KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah WTI turun di bawah level harga US$ 80 per barel. Mengutip tradingeconomics pada Kamis (9/11) pukul 18.06 WIB, harga minyak mentah WTI berada di posisi US$75.98 per barel atau tergerus sekitar 7,80% dalam sepekan. Pengamat Mata Uang Lukman Leong mencermati, penurunan harga minyak mentah akhir-akhir ini karena memang mengikuti tren harga energi global seperti batubara dan gas alam yang ikut turun. Secara fundamental, harga minyak terguncang kekhawatiran permintaan yang lesu dari China, menyusul serangkaian data ekonomi seperti impor-ekspor dan inflasi yang lemah. “Rekor produksi Gas Alam AS, penyimpanan gas di Eropa yang hampir penuh serta ekspektasi cuaca yang lebih hangat pada musim dingin mendatang juga menekan harga energi,” ucap Lukman kepada Kontan.co.id, Kamis (9/11).
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Emiten Migas di Tengah Sentimen Harga Minyak Lukman menambahkan, sudah mulai timbul harapan meredanya konflik perang Israel – Hamas (Palestina) turut menekan harga minyak dunia. Seperti diketahui, lonjakan harga minyak terjadi saat perang di Timur Tengah tersebut berkecamuk. Permintaan memang masih melemah salah satunya akibat perlambatan ekonomi global imbas suku bunga tinggi, namun Lukman mengantisipasi ancaman pemangkasan produksi terutama oleh Rusia dan Arab Saudi bakal mengangkat kembali harga minyak dunia. Apalagi, jika harga kembali turun mendekati level US$70 per barel. “OPEC+ masih akan senang selama harga minyak di atas US$ 70 per barel,” kata Lukman. Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menyoroti bahwa hari ini minyak dunia naik tipis namun tidak cukup berarti. Sebab, minyak tetap berada di bawah tekanan seiring meningkatnya ketidakpastian permintaan dan berkurangnya kekhawatiran mengenai potensi gangguan pasokan di Timur Tengah. “Harga minyak turun di tengah meningkatnya kekhawatiran permintaan di dua konsumen minyak terbesar di dunia, China dan Amerika Serikat,” jelas Sutopo kepada Kontan.co.id, Kamis (9/11). Sutopo memaparkan, data terbaru menunjukkan bahwa harga konsumen di China turun lebih besar dari perkiraan pada bulan Oktober 2023, sementara harga produsen turun selama 13 bulan berturut-turut. Data sebelumnya juga menunjukkan bahwa ekspor China mengalami kontraksi lebih dari yang diperkirakan pada bulan lalu. Di Amerika Serikat, Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mengungkapkan total konsumsi minyak bumi di AS diperkirakan turun sebesar 300.000 barel per hari pada tahun ini, kebalikan dari perkiraan sebelumnya yang memperkirakan kenaikan sebesar 100.000 barel per hari. Dari sisi pasokan, persediaan minyak mentah AS melonjak hampir 12 juta barel pada minggu lalu yang merupakan peningkatan terbesar sejak awal tahun 2023, sementara pengiriman dari Rusia mencapai level tertinggi dalam empat bulan.
Baca Juga: Harga Minyak Bergerak di Level Terendah Dalam Tiga Bulan Terakhir “Berita ekonomi global yang lebih lemah dari perkiraan memberikan dampak bearish pada permintaan energi dan harga minyak mentah,” imbuh Sutopo. Penjualan ritel September Zona Euro turun 0,3% MoM di bulan Oktober. Selain itu, indeks utama CI Jepang bulan September turun -0,5 menjadi 108,7. Walaupun demikian, Sutopo berujar, ketatnya pasar minyak diperkirakan akan terus berlanjut karena perpanjangan pengurangan produksi OPEC+. Arab Saudi baru-baru ini mengatakan akan mempertahankan pengurangan produksi minyak mentah sepihak sebesar 1 juta barel per hari hingga Desember.
Langkah tersebut akan menjaga produksi minyak mentah Arab Saudi sekitar 9 juta barel per hari, yang merupakan level terendah dalam tiga tahun. Rusia juga baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka akan mempertahankan pengurangan produksi minyak mentah sebesar 300.000 barel per hari hingga Desember. Hal itu seiring produksi minyak mentah OPEC pada bulan Oktober sedikit berubah, naik 50.000 barel per hari menjadi 28,08 juta barel per hari. Sutopo memperkirakan harga minyak mentah akan diperdagangkan pada harga US$ 82,71 per barel di akhir tahun ini. Kalau Lukman memproyeksikan harga minyak dunia WTI masih di kisaran US$ 85 pada akhir tahun 2023. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi