Harga Minyak Mentah Volatil Disetir Potensi Resesi AS dan Perang Timteng



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah terseret kekhawatiran permintaan yang lemah dari ekonomi Amerika Serikat (AS). Di sisi lain, perang timur tengah yang masih bergejolak tetap menjadi pendukung harga minyak global.

Mengutip tradingeconomics, Rabu (7/8) pukul 20.19 WIB, harga minyak mentah WTI terpantau turun sekitar 4,33% dalam sepekan dan menguat 1,82% dalam sehari. Sedangkan, harga minyak Brent terkoreksi 3,77% dalam sepekan dan naik sekitar 1,73% dalam sehari.

Analis Komoditas dan Founder Traderindo.com, Wahyu Tribowo Laksono, mengatakan, konflik Iran-Israel berpotensi meluas pasca tewasnya pemimpin Hamas Ismail haniyeh. Namun demikian, konflik timur tengah tidak selalu memicu harga minyak mentah naik.


Baca Juga: Harga Minyak Naik, Dipicu Meningkatnya Ketegangan di Timur Tengah

Data ekonomi AS Non Farm Payroll (NFP) yang buruk jadi faktor yang memicu kecemasan ekonomi AS sebagai salah satu konsumer terbesar minyak dunia. Sehingga, permintaan minyak dunia diduga akan berkurang yang diperkirakan akan menyeret harga minyak turun.

Harga minyak turun pada hari akhir pekan lalu ke level terendah sejak Januari setelah data menunjukkan ekonomi AS menambah lebih sedikit lapangan kerja dari yang diharapkan bulan Juli, dan ditambah pula data ekonomi China yang lemah.

Di samping itu, harga minyak dipengaruhi survei yang menunjukkan aktivitas manufaktur yang lebih lemah di Asia, Eropa, dan AS. Berita ini meningkatkan risiko pemulihan ekonomi global yang lambat, sehingga berpotensi membebani konsumsi minyak.

"Jadi data pertumbuhan ekonomi global dan juga keseimbangan supply-demand, sementara mengalahkan kecemasan geopolitik timur tengah," kata Wahyu kepada Kontan.co.id, Rabu (7/8).

Wahyu memaparkan, data resmi terbaru menunjukkan bahwa impor minyak mentah China merosot 11% pada Juni dari rekor tinggi pada bulan yang sama 2023. Hal itu terjadi di tengah permintaan bahan bakar yang tajam dan tingkat run yang lebih rendah di kilang independen. 

Baca Juga: Laba Raksasa Minyak, Saudi Aramco Turun US$ 5,6 miliar

Akibatnya impor minyak mentah Asia pada bulan Juli turun ke level terendah dalam dua tahun, seiring melemahnya permintaan di China dan India, menurut data LSEG Oil Research.

Sementara itu, survei Reuters menemukan produksi minyak OPEC meningkat pada bulan Juli seiring dengan pulihnya pasokan Arab Saudi dan sedikit peningkatan di tempat lain. Ini mengimbangi dampak pemotongan pasokan sukarela yang sedang berlangsung oleh anggota lain dan aliansi OPEC+ yang lebih luas.

"Selain faktor geopolitik, pelemahan dolar AS jika memang Fed memangkas suku bunga di bulan September, bisa memicu aset lawan dolar naik termasuk minyak mentah," ungkap Wahyu.

Editor: Noverius Laoli