KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak menanjak di awal pekan ini. Senin (25/11) pukul 7.15 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari 2020 di New York Mercantile Exchange berada di US$ 57,96 per barel, naik 0,33% ketimbang harga penutupan perdagangan pekan lalu. Sejalan, harga minyak brent untuk pengiriman Januari 2020 di ICE Futures menguat 0,24% ke US$ 63,54 per barel. Harga minyak ini berada di kisaran tertinggi sejak setelah serangan fasilitas minyak Saudi Aramco pada pertengahan September lalu. "Faktor kunci prospek permintaan minyak adalah negosiasi dagang," kata Michael McCarthy, chief market strategist CMC Markets and Stockbroking kepada Reuters.
Dengan harga minyak yang mendekati level tertinggi kisaran perdagangan belakangan, tekanan jual masih berpeluang terjadi. Baca Juga: Prospek Belum Cerah, Sektor Migas Harus Puas dengan Rekomendasi Netral premium Baker Hughes Co melaporkan bahwa ada penurunan jumlah rig beroperasi hingga akhir pekan lalu menjadi 671. Jumlah rig beroperasi ini turun tiga ketimbang pekan sebelumnya. Jumlah rig ini pun merosot dari 885 rig aktif pada pekan yang sama tahun lalu. Jumlah rig aktif yang merupakan indikator awal produksi minyak, turun dalam 11 bulan berturut-turut. Perusahaan eksplorasi independen dan produksi memangkas belanja pengeboran baru karena para pemegang saham mencari return yang lebih baik di tengah harga minyak yang rendah. "Hampir dua pertiga penurunan rig dalam 12 bulan terakhir terjadi karena perusahaan swasta menghentikan pengeboran," ungkap Enverus dalam laporan yang dikutip Reuters. Baca Juga: Hingga akhir tahun, PLN yakin cetak laba lebih tinggi dibanding 2018 Meski jumlah rig aktif turun, tingkat produksi minyak Amerika Serikat (AS) terus meningkat karena produktivitas shale oil naik. Di sisi lain, Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan Rusia kemungkinan akan memperpanjang pemangkasan produksi tiga bulan. Keputusan ini akan dibicarakan pada pertemuan 5-6 Desember mendatang.