Harga minyak merangkak naik setelah anjlok lebih dari 2,5% sehari



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak kembali menguat setelah kemarin turun lebih dari 2,5%. Kamis (12/9) pukul 7.10 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober 2019 di New York Mercantile Exchange menguat 0,81% ke US$ 56,20 per barel daripada harga penutupan kemarin pada US$ 55,75 per barel.

Kemarin, harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) ini tergerus hingga 2,87% setelah Presiden AS Donald Trump dikabarkan menimbang untuk melonggarkan sanksi Iran. 

Tak cuma harga minyak WTI, kemarin harga minyak brent untuk pengiriman November 2019 di ICE Futures pun turun 2,52% ke US$ 60,81 per barel. Pagi ini, harga minyak brent menguat 0,76% ke US$ 61,27 per barel ketimbang harga kemarin.

Baca Juga: Hanya bersifat temporer, ini pemicu kenaikan harga minyak

Kemarin, Bloomberg yang mengutip tiga sumber anonim melaporkan bahwa Trump mendiskusikan pelonggaran sanksi bagi Iran untuk mengamankan rencana pertemuan dengan Presiden Iran Hassan Rouhani bulan ini. Penasihat Keamanan Nasional Senior AS John Bolton menentang langkah ini. Pada hari yang sama, Trump memecat Bolton.

"Pasar bereaksi dramatis sehingga mencatat penurunan terbesar karena kembali masuknya pasokan minyak Iran akan mendorong harga minyak bearish," kata Phil Flynn, analis Price Futures Group kepada Reuters.

Flynn menambahkan bahwa ketika Trump memberikan kelonggaran kepada delapan negara pembeli minyak Iran tahun lalu, harga minyak pun turun. "Perginya Bolton menunjukkan bahwa ada potensi kembalinya minyak ke pasar sekitar akhir tahun ini," kata Flynn.

Baca Juga: Bullish belum terlalu kuat, harga minyak masih bisa menanjak

Media Iran yang mengutip Rouhani menyebutkan bahwa Iran tidak akan bernegosiasi dengan AS saat sanksi ekonomi negara penghasil minyak ini masih diberlakukan oleh AS.

Harga minyak pagi ini naik tipis setelah koreksi tajam pada perdagangan kemarin. OPEC memangkas prediksi pertumbuhan permintaan minyak tahun depan karena perlambatan ekonomi. Energy Information Administration, badan energi AS, juga memangkas prediksi permintaan pekan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati