Harga minyak mulai memanas



JAKARTA. Harga minyak mentah dunia alias crude oil beranjak naik pada dua hari terakhir. Spekulasi menyusutnya jumlah stok minyak Amerika Serikat (AS) mendongkrak harga bahan bakar ini.  Maklum, AS merupakan negara pengguna minyak mentah terbesar di dunia.

Hingga Rabu (8/1) pukul 16.25 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex naik 0,13% menjadi US$ 93,79 per barel. Di sesi siang, harga sempat menyentuh US$ 94,18 per barel.

Meski begitu, harga saat ini masih lebih rendah 4,7% dibanding akhir tahun lalu, yaitu di posisi US$ 98,42 per barel.


Survei Bloomberg menyebutkan, cadangan minyak AS pada pekan lalu berkurang sebanyak 2,75 juta barel. Senada, American Petroleum Institute (API), Selasa (7/1), juga merilis suplai minyak  AS menyusut sebanyak 7,31 juta barel.

Analis Monex Investindo Futures, Zulfiman Basir mengatakan, pergerakan harga minyak ditopang musim dingin yang terjadi di Amerika dan negara sekitarnya. Hal ini  mampu menopang permintaan energi global. "Harga minyak dunia juga naik akibat kisruh geopolitik yang terjadi di Libia dan Irak, yang mengindikasikan bisa berkurangnya pasokan suplai ke pasar global," paparnya.

Sementara, analis Soegee Futures Nizar Hilmy menyebut, kenaikan harga minyak lebih dipicu data perdagangan Amerika yang bagus, Ambil contoh,  defisit perdagangan mengecil dan merupakan level terendah dalam empat tahun terakhir.

Kenaikan juga terjadi setelah harga minyak jatuh cukup dalam selama lima sesi terakhir sampai menyentuh level US$ 93 per barel, dari posisi sebelumnya US$ 100 per barel. "Sehingga, sekarang adalah waktunya untuk rebound," ujar Nizar.

Masih lanjut naik

Nizar memperkirakan, pergerakan harga minyak pada pekan ini akan sangat dipengaruhi rilis cadangan minyak oleh Energy Information Administration (EIA), dan sejumlah data ekonomi AS, seperti data tenaga kerja dan hasil pertemuan The Fed.

 Jika cadangan turun, maka bisa mengerek naik harga minyak. Namun, jika data ekonomi AS mampu menguatkan dollar, kemungkinan besar laju harga minyak terhambat.

Zulfirman memprediksi, hasil rapat The Fed dapat menekan harga minyak. Sebab, petinggi The Fed diperkirakan secara konsisten akan melakukan tapering, apalagi bila data ekonomi AS yang dirilis menunjukkan hasil bagus.

Secara teknikal, Zulfirman bilang, indikator moving average convergence divergence (MACD) sudah menunjukkan penurunan hingga berada di  bawah garis 0 di level -0,92. Stochastic ada di level 14 dan sudah memasuki area oversold, sehingga berpeluang terjadi bargain hunting.

Relative strength index (RSI) di level 36 yang bergerak konsolidasi. Sedangkan, pergerakan harga masih di bawah moving average 50 yang akan memberi tekanan terhadap harga.

Zulfirman memprediksi, harga minyak sepekan ke depan, masih berpeluang naik, di kisaran US$ 91,75-US$ 97 per barel. Nizar menebak, harga minyak akan bergulir di US$ 92,5 - US$ 96 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini