KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak pagi ini melanjutkan kenaikan di hari kelima berturut-turut setelah kemarin naik hampir 3%. Harga minyak disokong oleh keputusan OPEC+ untuk menunda rencana peningkatan produksi selama sebulan. Sementara investor juga fokus pada pemilihan presiden Amerika Serikat (AS). Selasa (5/11) pukul 7.01 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) naik tipis ke US$ 71,50 per barel dari penutupan perdagangan kemarin di US$ 71,49 per barel. Kemarin, harga minyak WTI AS naik 2,85%. Sementara harga minyak berjangka Brent naik 2,7% menjadi US$ 75,08 per barel di perdagangan kemarin. Pekan lalu, Brent turun sekitar 4%, sementara WTI turun sekitar 3%.
Pada hari Minggu, OPEC+ mengatakan akan memperpanjang pemangkasan produksi sebesar 2,2 juta barel per hari (bph) selama satu bulan lagi pada bulan Desember, dengan peningkatan yang telah ditunda dari bulan Oktober karena harga yang turun dan permintaan yang lemah.
Baca Juga: Harga BBM Pertamina Naik Per November 2024, Bandingkan dengan Shell, BP, Vivo OPEC+, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak plus Rusia dan sekutu lainnya, seharusnya meningkatkan produksi bulanan sebesar 180.000 barel per hari mulai Desember. "Ini menimbulkan keraguan atas komitmen kelompok tersebut untuk mengembalikan pasokan pada tahun 2025," kata Walt Chancellor, seorang ahli strategi energi di Macquarie seperti dikutip
Reuters. Dia menambahkan bahwa pengumuman tersebut dapat meredakan beberapa kekhawatiran akan perang harga OPEC+ yang baru. "OPEC tetap sangat positif terhadap permintaan minyak baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang," kata Sekretaris Jenderal OPEC Haitham Al Ghais pada hari Senin. Perusahaan minyak besar Prancis TotalEnergies memperkirakan permintaan minyak global akan mencapai puncaknya setelah tahun 2030 dalam dua skenario transisi energi yang paling mungkin dalam laporan prospek energi tahunannya.
Baca Juga: Emiten Migas Catat Kinerja Positif di Kuartal III-2024, Cek Rekomendasi Analis Sementara itu, CEO perusahaan energi Italia Eni mengatakan bahwa pemotongan pasokan minyak OPEC+ dan upaya baru-baru ini untuk mengakhirinya telah meningkatkan volatilitas di pasar energi dan menghambat investasi dalam produksi baru. Produksi minyak OPEC meningkat pada bulan Oktober karena Libya berhasil mengatasi krisis politik, menurut survei
Reuters. Pada bulan sebelumnya, produksi berada pada titik terendah tahun ini. Upaya lebih lanjut Irak untuk memenuhi pemangkasan yang dijanjikan kepada aliansi OPEC+ yang lebih luas membatasi kenaikan tersebut. Iran telah menyetujui rencana untuk meningkatkan produksi minyak sebesar 250.000 barel per hari, situs berita kementerian minyak Shana melaporkan pada hari Senin. Produksi minyak Libya mendekati 1,5 juta barel per hari, kata National Oil Corporation (NOC).
Baca Juga: Wall Street Merosot pada Senin (4/10) di Pekan Pemilu AS dan Rapat Suku Bunga The Fed KRISIS POLITIK Calon presiden Demokrat AS Kamala Harris dan Donald Trump dari Partai Republik tetap imbang dalam jajak pendapat menjelang hari pemilihan pada hari Selasa (5/11). Pemenang pilpres mungkin tidak diketahui selama beberapa hari setelah pemungutan suara berakhir. Investor juga mencermati setiap peningkatan ketegangan di Timur Tengah. Pada hari Kamis, situs berita AS Axios mengatakan intelijen Israel mengisyaratkan Iran sedang bersiap untuk menyerang Israel dari Irak dalam beberapa hari, mengutip dua sumber Israel yang tidak disebutkan namanya. "Ketegangan di Timur Tengah kembali menjadi sorotan karena traders menunggu serangan balasan Iran," kata Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.
Baca Juga: Harga Minyak Turun, Defisit Anggaran Arab Saudi US$ 8 Miliar di Kuartal III-2024 Analis memperkirakan penurunan persediaan bensin dan sulingan minggu ini, sementara stok minyak mentah diperkirakan naik. Stok bensin AS turun ke level terendah dalam dua tahun pada minggu hingga 25 Oktober. Pasar juga mengamati badai tropis baru yang diperkirakan akan terbentuk pada hari Senin di Karibia dan mengancam produksi minyak lepas pantai di sepanjang Teluk Meksiko. Shell mengatakan pihaknya sedang memindahkan personel yang tidak penting dari enam anjungan. Shell memperkirakan tidak ada dampak lain pada produksinya di Teluk Meksiko.
Fokus investor minggu ini akan tertuju pada Federal Reserve AS karena para ekonom memperkirakan suku bunga akan dipotong sebesar 25 basis poin pada hari Kamis. Sementara China diprediksi akan menyetujui stimulus tambahan untuk meningkatkan ekonomi yang melambat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati