KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak naik lebih dari 1% pada Senin (9/12) karena China menandai langkah pertamanya menuju pelonggaran kebijakan moneter sejak 2010. Berdasarkan laporan media pemerintah mengutip pertemuan Politbiro, langkah ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Mengutip Reuters, Senin (9/12), harga minyak mentah Brent berjangka naik 94 sen, atau 1,32%, menjadi US$ 72,06 per barel pada pukul 08.52 GMT. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik US$ 1, atau 1,49%, menjadi US$ 68,20. "Pelonggaran kebijakan moneter di China kemungkinan menjadi pendorong kenaikan harga minyak, yang mendukung sentimen risiko," kata analis UBS Giovanni Staunovo.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Tipis Senin (9/12), Brent ke US$71,34 dan WTI ke US$67,42 Pertumbuhan China terhenti karena jatuhnya pasar properti telah memukul kepercayaan dan konsumsi. Perlambatan ekonomi China merupakan faktor di balik keputusan kelompok produsen minyak OPEC+ minggu lalu untuk menunda rencananya untuk meningkatkan produksi hingga April. China akan mengadopsi kebijakan moneter yang cukup longgar, menurut pernyataan resmi dari pertemuan pejabat tinggi Partai Komunis. Istilah ini terakhir kali digunakan pada tahun 2010 ketika berupaya mendukung pemulihan dari krisis keuangan global. Ketidakpastian setelah jatuhnya Presiden Suriah Bashar al-Assad juga turut mendukung harga minyak mentah. Baca Juga: Data Positif Inflasi China Menyokong Kenaikan Harga Minyak Pemberontak Suriah mengumumkan di televisi pemerintah pada hari Minggu bahwa mereka telah menggulingkan Assad, mengakhiri dinasti keluarga selama 50 tahun dalam serangan kilat yang menimbulkan kekhawatiran akan gelombang ketidakstabilan baru di wilayah yang telah dilanda perang. "Perkembangan di Suriah telah menambah lapisan ketidakpastian politik baru di Timur Tengah, yang memberikan dukungan bagi pasar," kata Tomomichi Akuta, ekonom senior di Mitsubishi UFJ Research and Consulting. "Namun, penurunan harga di Arab Saudi dan perpanjangan pemangkasan produksi OPEC+ minggu lalu menggarisbawahi lemahnya permintaan dari China, yang mengindikasikan pasar mungkin melemah menjelang akhir tahun," katanya.