KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak kembali naik setelah kemarin turun dari level tertinggi sejak 2008. Jumat (4/3) pukul 6.35 WIB, harga minyak WTI kontrak April 2022 di New York Mercantile Exchange naik 1,20% ke US$ 108,96 per barel. Harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) ini menguat setelah kemarin turun 2,65%. Harga minyak WTI mencapai level US$ 110,60 per barel yang merupakan penutupan perdagangan tertinggi sejak 2008. Sedangkan kemarin harga minyak Brent kontrak Mei 2022 di ICE Futures turun 2,19% ke US$ 110,46 per barel dari harga tertinggi sebelumnya US$ 112,93 per barel pada Rabu (2/3).
Rabu (2/3), harga minyak brent melonjak ke level tertinggi sejak Mei 2012. Sedangkan harga minyak WTI mencapai level tertinggi sejak September 2008.
Baca Juga: Harga CPO Bullish, Analis Rekomendasikan Beli Saham-Saham Emiten CPO Ini Penurunan harga minyak pada perdagangan kemarin dipicu oleh harapan AS dan Iran akan segera menyetujui kesepakatan nuklir yang dapat menambah pasokan minyak ke pasar global yang ketat. Tapi, kabar ini tak mampu menahan kenaikan harga minyak lebih lama. Pasalnya, konflik Rusia dan Barat akan mengganggu ekspor Rusia, yakni 4 juta hingga 5 juta barel per hari (bph) lebih banyak daripada negara lain selain Arab Saudi. Setelah invasi Rusia ke Ukraina, perusahaan menghindari pasokan Rusia dan berebut pasokan minyak dari tempat lain. Phil Flynn, analis Price Futures Group mengatakan pasar minyak berada dalam suasana eksplosif atas meningkatnya kemarahan terhadap Rusia. "Orang-orang di dunia tidak ingin berurusan dengan negara yang melakukan kekejaman ini di Ukraina," kada Flynn seperti dikutip
Reuters.
Baca Juga: Wall Street Turun, Saham Pertumbuhan Merosot Washington dan sekutu Baratnya telah memberlakukan sanksi terhadap Rusia. Tetapi tindakan tersebut sejauh ini tidak menargetkan ekspor minyak dan gas Rusia. Putaran sanksi baru yang diumumkan oleh Gedung Putih pada hari Rabu melarang ekspor teknologi penyulingan tertentu, mempersulit Rusia untuk memodernisasi kilang minyak. Para trader tetap waspada terhadap minyak Rusia. Setidaknya 10 kapal tanker gagal menemukan pembeli pada hari Rabu, kata sumber pasar. Harga minyak acuan global Brent telah melonjak hampir 25% sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari.
Spread enam bulan Brent mencapai rekor tertinggi lebih dari $21 per barel, menunjukkan pasokan yang sangat ketat.
Baca Juga: Emiten Kebun Grup Salim Terdorong Harga Komoditas AS dan Iran hampir menyelesaikan negosiasi untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir yang dapat membawa lebih dari satu juta barel per hari minyak, atau sekitar 1% dari pasokan global, kembali ke pasar. "Kami hampir mencapai kemungkinan kesepakatan," Jalina Porter, wakil juru bicara utama Departemen Luar Negeri AS. Negosiasi untuk menghidupkan kembali pakta telah berlangsung selama 10 bulan di Wina. Pada hari Kamis sebuah laporan oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA), pengawas nuklir PBB, menunjukkan stok uranium yang diperkaya yang dikumpulkan oleh Iran melanggar kesepakatan nuklirnya tahun 2015, dengan negara itu hampir memiliki kemampuan untuk membuat bom nuklir. . Kepala IAEA, Rafael Grossi, akan mengunjungi Teheran pada hari Sabtu dalam upaya untuk menyelesaikan masalah yang belum terselesaikan. "Perjalanan Grossi meningkatkan kemungkinan kebangkitan (kesepakatan nuklir) menjadi 70% dari 60%," kata konsultan Eurasia Group. Eurasia menyebut, kesepakatan mungkin terjadi bulan ini dan segera dalam beberapa hari ke depan.
Baca Juga: Pertamina: Harga Pertamax dan Pertalite Tidak Naik! Bantuan pasokan dari Iran ini mungkin hanya akan mengisi sebagian dari celah yang ditinggalkan oleh pembeli yang membatasi pembelian minyak Rusia. Pasokan Rusia yang menyumbang sekitar 8% dari ekspor minyak global. "Kami memperkirakan ekspor minyak Rusia akan turun 1 juta barel per hari dari dampak tidak langsung sanksi dan tindakan sukarela oleh perusahaan," kata Kepala Eksekutif Rystad Energy Jarand Rystad. Dia memperkirakan, harga minyak kemungkinan akan terus naik dan berpotensi melampaui US$ 130 per barel. Organisasi Negara Pengekspor Minyak, Rusia dan sekutu mereka, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, pada hari Rabu berpegang pada rencana yang ada untuk kenaikan produksi bertahap 400.000 barel per hari per bulan, mengabaikan permintaan konsumen untuk menambah pasokan lebih banyak. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati