KONTAN.CO.ID - Harga minyak memperpanjang kenaikannya pada Senin (4/11), meningkat lebih dari US$1 setelah OPEC+ memutuskan untuk menunda rencana peningkatan produksi selama satu bulan. Di tengah pekan yang diwarnai pemilihan presiden AS dan pertemuan penting di China, pasar tetap bersiap menghadapi ketidakpastian. Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent naik US$1,39 per barel, atau 1,9%, menjadi US$74,49 per barel pada pukul 07:22 GMT.
Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik US$1,41 per barel, atau 2,0%, menjadi US$70,90.
Baca Juga: Harga Minyak Naik pada Senin (4/11) Pagi, Efek OPEC+ & Pernyataan Iran di Akhir Pekan Pada Minggu, OPEC+, yang terdiri dari negara-negara anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama Rusia dan sekutu lainnya, mengumumkan perpanjangan pemotongan produksi sebesar 2,2 juta barel per hari (bpd) hingga Desember, dengan penundaan peningkatan output yang sebelumnya direncanakan pada Oktober karena harga yang menurun dan permintaan yang lemah. Sebelumnya, OPEC+ dijadwalkan untuk menaikkan produksi sebanyak 180.000 bpd mulai Desember. "Meski penundaan hingga Januari ini tidak terlalu mengubah kondisi fundamental, namun ini mengindikasikan perlunya strategi OPEC+ yang dipertimbangkan ulang," kata analis dari ING dalam sebuah catatan. Keputusan ini mengejutkan sebagian pelaku pasar yang berharap OPEC+ tetap melaksanakan rencana kenaikan output. “Penundaan kenaikan suplai ini menunjukkan bahwa kelompok tersebut mungkin lebih siap mendukung harga daripada yang diperkirakan banyak pihak,” tambah para analis tersebut.
Baca Juga: Harga BBM Pertamina Naik Per November 2024, Bandingkan dengan Shell, BP, Vivo OPEC+ berencana untuk secara bertahap mengurangi pemotongan produksi 2,2 juta bpd dalam beberapa bulan mendatang. Sementara pemotongan produksi sebesar 3,66 juta bpd lainnya akan bertahan hingga akhir 2025. Brent dan WTI mencatat penurunan mingguan masing-masing sekitar 4% dan 3% minggu lalu, akibat output AS yang mencapai rekor dan menekan harga. Namun, kedua kontrak naik tipis pada Jumat setelah laporan yang menyebutkan Iran kemungkinan akan meluncurkan serangan balasan terhadap Israel dalam beberapa hari. Pada Kamis, situs berita AS Axios melaporkan bahwa intelijen Israel menunjukkan Iran sedang mempersiapkan serangan ke Israel dari Irak dalam waktu dekat, berdasarkan dua sumber Israel yang tidak disebutkan namanya. “Tren kenaikan harga ini mungkin sulit dipertahankan karena respons positif awal terhadap penundaan kenaikan output dan ketegangan geopolitik sering kali hanya bersifat sementara,” kata Yeap Jun Rong, analis pasar di IG. Sementara ini, harga minyak mungkin tetap berada dalam kisaran konsolidasi yang luas, dengan potensi kenaikan diperkirakan akan menemui resistensi di level $78,50, tambahnya.
Baca Juga: Kementerian ESDM Percepat Recana Produksi 301 WK Migas dan Sumur Idle Pasar menantikan pemilihan presiden AS pada Selasa, dengan jajak pendapat menunjukkan persaingan ketat antara Wakil Presiden Demokrat Kamala Harris dan mantan Presiden Republik Donald Trump.
Selain itu, pada Kamis, para ekonom memperkirakan Federal Reserve AS akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin. Di China, Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional akan bersidang mulai Senin hingga Jumat, di mana disinyalir akan disetujui tambahan stimulus untuk mendukung ekonomi yang melambat. Meskipun analis memperkirakan sebagian besar stimulus mungkin akan dialokasikan untuk membantu mengurangi utang pemerintah daerah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto