Harga minyak naik tipis, didorong peluang pemangkasan produksi oleh OPEC +



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak naik tipis, cenderung stabil pada awal perdagangan Selasa (2/6). Pukul 07.25 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli 2020 di New York Mercantile Exchange ada di US$ 35,51 per barel, naik tipis 0,20% dari sehari sebelumnya yang ada di US$ 35,44 per barel.

Kenaikan harga minyak terdorong oleh kabar bahwa negara-negara anggota OPEC+ akan berkompromi untuk memperpanjang pemangkasan produksi minyak.

Aljazair, yang memegang jabatan presiden OPEC bergilir, telah mengusulkan agar OPEC + mengadakan pertemuan pada 4 Juni, lebih cepat dari yang direncanakan sebelumnya 9-10 Juni.


Baca Juga: Gara-gara hubungan AS dan China yang memanas, harga minyak mentah kompak melemah

Mengutip laporan Genscape pada Senin (1/6), cadangan di Cushing, Oklahoma, turun menjadi 54,3 juta barel dalam seminggu hingga 29 Mei.

Bank of America mengatakan pada hari Senin bahwa mereka percaya bahwa penutupan minyak Amerika Utara memuncak pada bulan Mei.

"Harga minyak telah menguat ke tingkat di mana penutupan-masuk tidak masuk akal lagi dan harus benar-benar mendorong produsen untuk segera mengembalikan produksi," menurut laporan BofA Global Research seperti dikutip Reuters.

Namun, investor menjadi lebih berhati-hati, setelah China memperingatkan pembalasan atas langkah AS di Hong Kong.

Asal tahu saja, China telah meminta perusahaan milik negara untuk menghentikan pembelian kedelai dan babi dari Amerika Serikat, setelah Washington mengatakan akan menghilangkan perlakuan khusus AS bagi Hong Kong untuk menghukum Beijing.

"Kemungkinan meningkatnya ketegangan memang menimbulkan risiko bagi kenaikan harga minyak baru-baru ini," kata Harry Tchilinguirian, kepala penelitian komoditas di BNP Paribas.

Baca Juga: China dan AS kembali panas, harga minyak beragam, WTI turun 0,3% dan Brent naik 0,3%

Kekhawatiran ekonomi dan pertanyaan tentang pemulihan permintaan bahan bakar juga menekan prospek harga minyak. 

Data manufaktur pada hari Senin menunjukkan bahwa pabrik-pabrik Asia dan Eropa sedang berjuang karena lockdown yang diberlakukan pemerintah mengurangi permintaan.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi