Harga minyak naik tipis, IEA memperkirakan produksi shale oil AS turun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak menguat tipis pada pagi ini. Harga minyak melanjutkan kenaikan yang terjadi kemarin dan bertahan di atas level US$ 40 per barel.

Rabu (14/10) pukul 7.53 WIB, harga minyak WTI untuk pengiriman November 2020 di Nymex berada di US$ 40,25 per barel, naik tipis dari US$ 40,20 per barel di akhir perdagangan kemarin.

Sedangkan harga minyak brent untuk pengiriman Desember 2020 di ICE Futures naik ke US$ 42,48 per barel, naik dari US$ 42,45 per barel.


Kemarin, Energy Information Administration (EIA) memperkirakan bahwa produksi shale oil di Amerika Serikat (AS) turun 123.000 barel per hari pada bulan November. Ini adalah penurunan terbesar sejak Mei. Produksi shale oil berada di sekitar 7,69 juta barel per hari.

Baca Juga: Harga emas naik tipis pagi ini setelah merosot hampir 2% pada perdagangan kemarin

Produksi minyak secara total diperkirakan turun untuk tiga bulan berturut-turut hingga November. Penurunan diramal terjadi mayoritas di tujuh formasi shale utama. 

Sementara itu, China yang merupakan importir minyak besar mencatat pembelian 11,8 juta barel per hari pada bulan September. Angka impor ini naik 5,5% dari bulan Agustus dan naik 17,5% dari periode yang sama tahun lalu. Tapi, angka ini masih lebih rendah ketimbang rekor impor 12,94 juta barel per hari pada bulan Juni.

"Harga minyak yang terus tertekan pada beberapa hari sebelumnya menemukan titik terang dan ini terlihat pada perdagangan Selasa," kata Paola Rodriguez-Masiu, analis minyak senior Rystad Energy kepada Reuters.

Dia menambahkan bahwa rekor pembelian China terhenti sementara karena perusahaan penyulingan independen hampir memaksimalkan kuota impor dan berjuang keras di tengah persediaan minyak mentah yang sangat tinggi. "Sehingga kami melihat kenaikan harga ini tidak berdasar meski ada antusiasme awal," kata Rodriguez-Masiu.

Baca Juga: Turun 14,3%, ekspor produk sawit cuma capai 2,68 juta ton di Agustus

International Energy Agency (IEA) mengatakan, ekonomi global berpeluang rebound pada tahun 2021 dan pemulihan permintaan energi bisa terjadi 2023.

Ketua IEA Fatih Birol mengatakan bahwa pertumbuhan permintaan minyak global akan berakhir dalam 10 tahun ke depan. Tapi ketiadaan perubahan kebijakan pemerintah menyebabkan puncak permintaan minyak tidak jelas.

Dalam laporan bulanan, OPEC memperkirakan bahwa permintaan minyak akan naik 6,54 juta barel per hari pada tahun depan menjadi 96,84 juta barel per hari. Angka ini lebih rendah 80.000 ketimbang prediksi bulan lalu.

Baca Juga: SKK Migas: Hingga September, investasi hulu migas capai 63,33% dari target

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati