Harga Minyak Naik Tipis Rabu (13/11) Sore, Brent ke US$72,03 dan WTI ke US$68,25



KONTAN.CO.ID - Harga minyak naik tipis pada Rabu (13/11), setelah tanda-tanda pengetatan pasokan mendukung pasar.

Meski demikian, harga minyak tetap mendekati level terendah dalam dua minggu setelah OPEC memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global untuk tahun 2024 dan 2025.

Harga minyak mentah Brent naik 14 sen, atau 0,2%, menjadi US$72,03 per barel pada 07:45 GMT. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) meningkat 13 sen, atau 0,2%, menjadi US$68,25 per barel.


Baca Juga: Harga Minyak Dunia Stabil Selasa (12/11), Brent ke US$72,02 dan WTI ke US$68,20

"Harga minyak mentah naik seiring pengetatan di pasar fisik yang mengimbangi sentimen bearish terhadap permintaan. Pembeli di pasar fisik sangat aktif, dengan kargo yang tersedia cepat terserap," kata analis ANZ dalam sebuah catatan.

Namun, proyeksi permintaan yang menurun serta lemahnya pasar utama seperti China terus membebani sentimen pasar.

"Kita mungkin akan melihat harga minyak tetap terkonsolidasi di level saat ini untuk waktu yang lebih lama," kata Yeap Jun Rong, analis pasar di IG, seraya menambahkan bahwa upaya pemulihan harga baru-baru ini cepat terjual kembali.

"Ketidakhadiran stimulus fiskal langsung dari China telah mengaburkan prospek permintaan minyak, ditambah kemungkinan kenaikan produksi minyak AS dengan kepresidenan Trump dan rencana OPEC+ untuk meningkatkan output," tambah Yeap.

Baca Juga: Harga Minyak Terkoreksi, Mendekati Level Terendah Bulan November

Dalam laporan bulanannya pada Selasa, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memperkirakan permintaan minyak dunia akan naik sebesar 1,82 juta barel per hari (bph) pada 2024, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 1,93 juta bph, terutama karena lemahnya ekonomi China, importir minyak terbesar dunia.

Harga minyak ditutup naik 0,1% pada Selasa (12/11) setelah berita tersebut, setelah sebelumnya turun sekitar 5% dalam dua sesi sebelumnya.

OPEC juga memangkas estimasi pertumbuhan permintaan global pada 2025 menjadi 1,54 juta bph dari 1,64 juta bph.

Badan Energi Internasional (IEA) yang memiliki pandangan lebih konservatif dijadwalkan akan merilis perkiraan terbaru pada Kamis.

"Pemilihan kembali mantan Presiden Trump diperkirakan tidak akan berdampak besar terhadap fundamental pasar minyak dalam waktu dekat," tulis analis Barclays.

"Strategi 'Drill, baby, drill' kemungkinan tidak akan cukup untuk menurunkan harga minyak secara signifikan dalam jangka pendek" mengingat bahwa stok izin pengeboran justru meningkat di bawah pemerintahan Biden, menurut analis Barclays.

Namun, pasar tetap akan merasakan dampak dari gangguan pasokan akibat Iran atau eskalasi konflik antara Iran dan Israel, kata Barclays.

Baca Juga: Menilik Potensi Minyak Jelantah untuk Biodiesel di Tengah Penurunan Produksi CPO

Donald Trump diperkirakan akan memilih Senator AS Marco Rubio sebagai Menteri Luar Negeri yang dikenal memiliki sikap tegas terhadap Iran, China, dan Kuba. Penegakan sanksi yang lebih ketat terhadap Iran dapat mengganggu pasokan minyak global, sementara pendekatan yang lebih keras terhadap China dapat memperlemah permintaan minyak dari konsumen terbesar dunia itu.

Dua pejabat bank sentral AS pada Selasa mengatakan bahwa suku bunga saat ini menjadi penahan inflasi yang masih di atas 2%, mengisyaratkan bahwa The Fed terbuka untuk pemangkasan suku bunga lebih lanjut.

The Fed menurunkan suku bunga kebijakan minggu lalu sebesar seperempat poin persentase menjadi kisaran 4,50%-4,75%. Pemotongan suku bunga biasanya mendorong aktivitas ekonomi dan permintaan energi.

Laporan inventaris mingguan AS tertunda satu hari karena libur Hari Veteran pada Senin. Data American Petroleum Institute akan dirilis pada Rabu pukul 16:30 EST (21:30 GMT).

Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan bahwa inventaris minyak mentah AS naik sekitar 100.000 barel dalam pekan yang berakhir pada 8 November.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto