Harga minyak rebound 2% namun tetap cetak rekor penurunan mingguan terbesar



KONTAN.CO.ID - TOKYO. Harga minyak mentah dalam tren pelemahan setelah masuk dalam penurunan mingguan terburuk sejak krisis keuangan 2008, meskipun naik 2% pada Jumat (13/3). 

Tekanan pada harga emas hitam ini masih datang dari peluang menghilangnya permintaan minyak akibat pandemi virus corona dan peningkatan produksi oleh produsen papan atas.

Mengutip Reuters, Jumat (13/3) pukul 13.30 WIB, hinyak mentah jenis Brent kontrak pengiriman Mei 2020 di ICE Futures naik 70 sen, atau 2,1%, pada US$ 33,92 per barel setelah jatuh lebih dari 7% pada Kamis (12/3) lalu.


Dengan posisi ini, harga Brent akan turun sekitar 25% di pekan ini dan menjadikannya penurunan mingguan terbesar sejak Desember 2008, ketika turun hampir 26%.

Baca Juga: Harga minyak dekati penurunan rekor terburuk sejak Perang Teluk 1991

Serupa, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman April 2020 juga naik 80 sen, atau 2,5%, menjadi US$ 32,30 setelah jatuh lebih dari US$ 1 pada awal sesi. Di pekan ini pun, harga minyak Amerika Serikat (AS) tersebut sudah anjlok lebih dari 22%, juga yang terbesar sejak puncak krisis keuangan.

"Ini merupakan minggu yang sangat sulit dan karenanya bukan tidak mungkin orang mengunci menjelang akhir pekan," kata Michael McCarthy, kepala strategi pasar di CMC Markets di Sydney.

"Saya juga akan menunjukkan bahwa dalam konteks gerakan baru-baru ini bukan benar-benar langkah besar," tambahnya. Bahkan kini, terjadi volume penambahan yang mengerikan dan di saat yang sama ada penurunan secara signifikan pada pembelian.

Hal tersebut terjadi setelah adanya larangan bepergian, yang membuat gangguan ekonomi lainnya dan memakan permintaan minyak mentah. Belum lagi di waktu yang sama,  produsen minyak besar malah berencana untuk menambahkan lebih banyak minyak mentah ke pasar yang sudah kelebihan pasokan.

Baca Juga: Harga emas terus melemah ke US$ 1.563,45 ons troi

Banjir minyak dengan harga murah dari Arab Saudi, eksportir terbesar dunia, dan Uni Emirat Arab mengintensifkan tekanan pada harga setelah jatuhnya harga yang terjadi setelah putusnya perjanjian dengan Rusia minggu lalu.

"Lonjakan produksi berbiaya rendah secara signifikan lebih besar dari yang diharapkan dengan jatuhnya permintaan karena virus corona tampak semakin luas," kata Goldman Sachs. 

Goldman Sachs juga menghitung, rekor surplus minyak pada bulan April mendatang mencapai 6 juta barel per hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari