KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) bertahan di bawah level US$ 75 per barel dan Brent bertahan di sekitar US$ 80 per barel pada perdagangan Selasa (23/1). Harga ini mendekati level tertinggi dalam empat minggu karena adanya kekhawatiran pasokan akan terganggu akibat meluasnya konflik Timur Tengah. Founder Traderindo.com Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, memanasnya konflik geopolitik memang menjadi faktor rebound harga minyak mentah belakangan ini.
Sebut saja konflik geopolitik di Timur Tengah yang mulanya antara Israel dan Hamas tapi kini merembet ke Houthi Yaman, Iran, dan Pakistan, serta konflik Rusia-Ukraina yang masih berlangsung.
Baca Juga: Kenaikan Harga Minyak Mentah Masih Tertahan, Bagaimana Proyeksinya ke Depan? Selanjutnya, secara musiman, cuaca dingin yang parah di seluruh Amerika Serikat (AS) membatasi produksi minyak mentah di Dakota Utara, serta menghambat produksi di negara bagian lain. Di sisi lain, ancaman resesi, perlambatan ekonomi utama dunia yang semakin dalam, dan permintaan yang melemah dari China masih menjadi ancaman bagi harga minyak di 2024. "Oleh sebab itu, faktor geopolitik adalah harapan utama bagi rebound minyak walaupun sifatnya temporer," kata Wahyu saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (23/1).
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Stabil Selasa (23/1), Brent ke US$80,08 dan WTI ke US$74,79 Namun, apabila The Fed mengambil kebijakan pivot, maka hal ini bisa mendukung harga minyak (karena USD melemah) disertai adanya harapan stimulus yang memicu permintaan global. Selain itu, harapan minyak bisa bertahan juga datang dari perbaikan ekonomi setelah pembukaan Covid-19 secara umum yang potensial bagi permintaan energi. IEA melihat permintaan minyak global berpotensi meningkat pada 2024 menjadi sebesar 1,1 mbpd. Produksi dari produsen non-OPEC juga akan menyumbang 1,2 mbpd untuk pasokan global.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Bergerak Tipis Usai Melonjak Tajam di Awal Pekan Wahyu memprediksi, kisaran harga minyak pada kuartal I-2024 berada di rentang US$ 70-US$ 80 per barel dan untuk semester 1 berada di US$ 65-US$ 95 per barel. Sementara itu, kisaran harga jangka menengah berada di US$ 50-US$ 100 per barel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto