Harga Minyak Rebound Tipis Setelah Turun 9% di Awal Tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak rebound pada hari Kamis setelah pembukaan tahun turun lebih dari 9%. Harga minyak mencatat awal tahunan terburuk dalam lebih dari tiga dekade. 

Investor mengambil keuntungan dari penurunan untuk membeli kontrak berjangka karena ekspektasi permintaan bahan bakar jangka panjang akan tetap stabil. Investor khawatir akan potensi resesi global dan tanda-tanda ekonomi goyah dalam jangka jangka pendek di dua konsumen minyak terbesar dunia, Amerika Serikat dan China.

Kamis (5/1) pukul 10.53 WIB, harga minyak mentah Brent kontrak Maret 2023 di ICE Futures naik 0,96% menjadi US$ 78,59 per barel. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 1,1% menjadi US$ 73,64 per barel.


Baca Juga: Stok Minyak Sawit Malaysia pada Akhir Desember 2022 Melandai

Selama dua sesi sebelumnya, penurunan Brent dan WTI lebih dari 9% merupakan penurunan dua hari terbesar di awal tahun sejak Januari 1991, menurut data Refinitiv Eikon. Data ekonomi dari Amerika Serikat membebani harga di awal tahun 2023.

Manufaktur AS mengalami kontraksi lebih lanjut pada bulan Desember, turun untuk bulan kedua berturut-turut menjadi 48,4 dari 49,0 pada bulan November. Data keluaran Institute for Supply Management (ISM) ini adalah angka terlemah sejak Mei 2020.

Pada saat yang sama, sebuah survei dari Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan lowongan pekerjaan turun kurang dari yang diharapkan. Kabar terbaru ini, meningkatkan kekhawatiran bahwa Federal Reserve akan menggunakan pasar tenaga kerja yang ketat sebagai alasan untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama.

Baca Juga: Simak Asumsi Makroekonomi yang Meleset di Tahun 2022

Persediaan minyak mentah AS naik 3,3 juta barel pekan lalu bersama dengan stok bensin melonjak 1,2 juta barel. American Petroleum Institute juga melaporkan bahwa stok sulingan turun. Data pemerintah tentang persediaan akan dirilis pada hari Kamis.

Kekhawatiran tentang gangguan ekonomi karena Covid-19 menyebar melalui China, importir minyak terbesar dunia, telah menambah pesimisme seputar harga minyak mentah. Pemerintah China meningkatkan kuota ekspor untuk produk minyak sulingan pada gelombang pertama untuk tahun 2023, menandakan ekspektasi permintaan domestik yang buruk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati