KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak masih bergerak fluktuatif. Meski mulai menunjukkan penguatan, sejatinya harga minyak masih berada dalam tekanan. Mengutip Trading Economics, pada Selasa (8/9) pukul 18.32 WIB, harga minyak mentah WTI berada di level US$ 67,85 per barel atau naik 1,25% dalam sehari tetapi naik 0,27% dalam sepekan. Kemudian minyak Brent tercatat bertengger di US$ 71,08 per barel atau turun 1,1% dalam 24 jam dan turun 0,03% dalam seminggu.
Pengamat Komoditas, Lukman Leong mengungkapkan tidak ada sama sekali berita positif yang mendukung harga minyak saat ini. Harga minyak yang sempat di kisaran US$ 80 per barel adalah harga artifisial yang disebabkan oleh pemangkasan produksi OPEC+. "Walau rencana untuk meningkatkan kembali produksi secara perlahan, namun harga minyak masih susah keluar dari tekanan," kata Lukman kepada KONTAN, Selasa (9/10).
Baca Juga: OPEC: Rusia Kurangi Produksi Minyak Agustus Sebesar 0,3% dari Juli Lukman melanjutkan, lemahnya permintaan terhadap minyak semakin dikonfirmasi setelah data perdagangan China yang menunjukkan penurunan impor minyak mentah 7% selama Agustus. Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo menambahkan kekhawatiran tentang konsumsi Tiongkok yang lemah terus berlanjut, dan peralihan ke bahan bakar rendah karbon dan ekonomi yang lesu kemudian memperlambat pertumbuhan permintaan di konsumen minyak. "Permintaan yang lemah dapat membawa harga minyak menguji
support kritis US$63,92 per barel. Pasar akan menantikan laporan persediaan minyak AS pada hari Rabu sebagai katalis," kata Sutopo kepada KONTAN, Selasa (10/9). Di sisi lain Pengamat komoditas dan Founder Traderindo.com, Wahyu Tribowo Laksono tertekannya harga minyak karena
supply yang meningkat. Pergerakan harga minyak sedang konsolidasi panjang. "Selain itu terseret oleh kombinasi data impor mentah China yang lemah, aktivitas kilang rendah, dan data ekonomi yang menandakan perlambatan pertumbuhan permintaan minyak global," kata Wahyu kepada KONTAN, Selasa (10/9). Lukman melihat harga minyak ke depannya masih bisa turun. Kendati demikian, investor masih menaruh harapan pada pemangkasan suku bunga oleh the Fed, kebijakan produksi OPEC+ dan stimulus China. Namun jika tidak ada perkembangan positif dari sentimen tersebut, maka harga minyak diperkirakan bisa turun hingga $60. Lukman menyarankan sebaiknya untuk saat ini investor menghindari investasi atau spekulasi di minyak, sebab harganya telah turun banyak. Meskipun ada potensi akan kembali naik cepat, namun bisa kembali turun cepat juga, alias volatilitas masih akan tinggi. "Tetapi jika memang masih tetap ingin masuk, maka apabila harga naik ke $77 bisa
profit taking atau masuk
short sell baru," tegas Lukman.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Jatuh Selasa (10/2) Sore, Brent ke US$71,05 dan WTI ke US$67,89 Sutopo mengatakan bagi investor agar berhati-hati karena posisi harga minyak saat ini cukup rendah, upaya pembelian ulang kemungkinan akan terjadi dalam waktu dekat. Ia memperkirakan minyak mentah akan diperdagangkan pada US$ 74,09 USD per barel pada akhir kuartal ini, dan US$ 75,75 pada akhir tahun ini. Sementara Wahyu memprediksi harga minyak akan berada di level US$ 65 pada akhir tahun ini. Harga minyak berpotensi
rebound ke US$ 80 per barel apabila kondisi timur tengah memburuk dan pemotongan suku bunga benar-benar terjadi pada September. "Untuk investor, jika harganya di atas US$ 80 per barel maka rekomedasinya
Sell On Strength, tetapi jika dekat atau di bawah US$ 70 per barel maka
Buy On Weakness," jelas Wahyu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih