KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek emiten produsen minyak sawit mentah atau
crude palm oil diyakini masih cerah tahun ini. Prospek ini dengan menimbang harga komoditas perkebunan tersebut yang masih akan solid. Andreas Kenny, Analis BRI Danareksa Sekuritas melihat harga CPO masih akan tinggi sepanjang tahun ini. Produksi sawit Indonesia secara nasional juga tidak akan bertumbuh banyak. Justru, Andreas melihat adanya kemungkinan produksi CPO menurun mulai tahun ini. “Ditambah harga minyak bumi yang terus meningkat membuat
outlook harga CPO makin
bullish,” terang Andreas kepada Kontan.co.id, Senin (14/2).
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Juan Harahap memperkirakan produksi minyak sawit Indonesia hanya akan tumbuh satu digit, yakni sebesar 4,5% secara
year-on-year (YoY). Proyeksi ini mengingat produktivitas yang rendah akan bertahan di sepanjang tahun ini.
Baca Juga: Itama Ranoraya (IRRA) Siapkan Capex Hingga Rp 50 Miliar Tahun Ini Untuk Malaysia yang merupakan salah satu produsen utama CPO dunia, Juan memperkirakan produksi minyak sawit akan tumbuh sebesar 5,0% YoY. Juan memperkirakan kekurangan tenaga kerja akan segera teratasi pada tahun ini. Produksi CPO di Negeri Jiran tersebut tercatat melemah 5,2% yoy pada tahun 2021 menjadi 18,1 juta ton, sementara output CPO Indonesia cenderung stagnan, yakni menurun 0,3% yoy menjadi 46,9 juta ton tahun lalu. Angka tersebut sejalan dengan ekspektasi Mirae Asset Sekuritas. Produksi CPO Malaysia yang lebih rendah didorong oleh masalah kekurangan tenaga kerja. Untuk Indonesia, angka produksi yang stagnan disebabkan oleh pelaksanaan penanaman kembali (
replanting) yang kurang masif, yang menyebabkan tanaman menua (kurang produktif). Rendahnya produksi mendorong harga CPO global meningkat menjadi MYR 5.159 per ton atau meningkat sebesar 34,0% YoY pada tahun 2021. Akibatnya, harga minyak goreng juga naik sebesar 34% menjadi Rp 21.000. Menyikapi hal tersebut, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan beberapa peraturan, diantaranya menetapkan harga eceran tertinggi minyak goreng. Pemerintah juga menetapkan aturan
domestic market obligation (DMO) sebesar 20% berdasarkan volume ekspor serta menetapkan
domestic price obligation.
Baca Juga: Yuk Intip Rekomendasi Saham SIDO, KLBF, IRRA, dan KAEF Juan melihat, kebijakan ini akan berdampak bagi PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Peraturan ini akan berdampak negatif terhadap pendapatan AALI karena akan menghambat harga jual rerata atau
average selling price (ASP), yang pada akhirnya menyebabkan margin lebih yang rendah di masa depan. Juan mencatat bahwa per kuartal ketiga 2021 AALI memiliki porsi ekspor 45% dan porsi penjualan domestik sebesar 55%. Sementara itu, Juan menilai kebijakan ini berdampak netral terhadap PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). Sebab, semua volume penjualan LSIP diarahkan ke pasar domestik.
Editor: Tendi Mahadi