Harga minyak sempat panas sejenak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah kembali menguat awal pekan ini. Kemarin, per pukul 19.00 WIB, harga minyak jenis West Texas Intermediate kontrak pengiriman Maret 2018 di New York Mercantile Exchange menanjak 1,76% ke US$ 60,24 per barel sebelum akhirnya ditutup hanya naik tipis di bawah level US$ 60 per barel.

Kenaikan ini terjadi setelah pekan lalu harga minyak turun dalam dan kembali ke bawah US$ 60 per barel. Bila dihitung dalam sepekan, harga minyak masih jatuh 6,09%.

Rebound harga minyak terjadi karena pasar global sudah kembali tenang, pasca goncangan di pasar saham pekan lalu. Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan, pulihnya pasar saham dan melemahnya dollar AS membuat investor memburu minyak. Pelemahan dollar AS terlihat dari indeks dollar yang koreksi 0,22% ke 90,24.


Padahal, secara fundamental, harga minyak masih dibayangi sentimen negatif. "Ini aksi short covering, ada potensi setelah ini pasar melakukan aksi profit taking," ujar Faisyal, Senin (12/2).

Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar juga menyebut, produksi minyak di Amerika Serikat (AS) masih terus bertambah. Oleh karena itu, tekanan pada harga minyak mentah sebenarnya masih besar.

Akhir pekan lalu, perusahaan solusi bisnis migas Baker Hughes Inc merilis, adanya penambahan 26 rig aktif di AS, menjadi total 791 unit. Ini merupakan rekor tertinggi sejak April 2015.

Dus, pelaku pasar mulai khawatir melihat pertumbuhan produksi minyak AS. Bahkan kini volume produksi minyak AS kian mendekati dua produsen terbesar, dunia yakni Arab Saudi dan Rusia.

Energy Information and Administration (EIA) memperkirakan, pada Februari ini produksi minyak AS akan mencapai rekor tertingginya, sebesar 10,6 juta barel per hari. Jumlah tersebut diperkirakan terus meningkat hingga 11,2 juta barel per hari pada tahun depan.

Produksi minyak AS yang kencang berpotensi mengacaukan program pemangkasan produksi yang dilakukan OPEC dan sekutunya. "OPEC seharusnya menambah kuota pemotongan, bukan memperpanjang periode pemangkasan," tambah Deddy.

Memang, hingga saat ini OPEC dan Rusia masih tetap mempertahankan target pemangkasan produksi 1,8 juta barel per hari ,yang diperpanjang hingga akhir 2018 nanti. Faisyal pun menilai, pemangkasan ini cenderung sia-sia.

Dia khawatir, jika produksi minyak AS terus bertambah, bukan tidak mungkin Rusia mundur dari program pemangkasan. "Di Juni nanti rencananya Rusia akan melihat kembali efektivitas pemangkasan," ungkap Faisyal.

Impor China naik

Dengan kecemasan adanya banjir produksi, Deddy memprediksi harga minyak WTI bisa kembali bergerak pada kisaran US$ 55–US$ 65 per barel tahun ini. Padahal di saat yang sama, permintaan dari China cukup tinggi. "Tapi kenaikan permintaan China sama sekali tidak direspons oleh pelaku pasar," ujar dia.

Pekan lalu EIA melaporkan, impor minyak mentah China untuk bulan Januari tumbuh 20% menjadi 9,57 juta barel per hari. Jumlah ini meningkat dari impor bulan Desember 2018 yang hanya 7,04 juta barel per hari.

Karena itu, Deddy memprediksi, harga minyak hari ini akan kembali melemah dan bergerak antara US$ 58,30–US$ 60,40 per barel. Sementara menurut analisa Faisyal, harga minyak WTI dalam sepekan ke depan akan bergerak di kisaran US$ 57–US$ 65 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati