KONTAN.CO.ID - Harga minyak pada Rabu (19/6) ini sebagian besar stabil, mendekati level tertinggi dalam tujuh minggu. Saat pasar menimbang atas konflik yang meningkat terhadap kekhawatiran permintaan setelah kenaikan tak terduga dalam persediaan minyak mentah AS. Melansir
Reuters, harga minyak mentah Brent turun 34 sen menjadi US$84,99 per barel pada 0832 GMT. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 43 sen menjadi US$81,14 per barel.
Stok minyak mentah AS naik sebesar 2,264 juta barel pada pekan yang berakhir 14 Juni, menurut sumber pasar, mengutip angka dari American Petroleum Institute pada Selasa.
Baca Juga: Harga Minyak Lanjut Menguat pada Rabu (19/6) Pagi Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan penurunan stok minyak mentah sebesar 2,2 juta barel. Namun, persediaan bensin turun sebesar 1,077 juta barel dan distilat naik sebesar 538.000 barel, kata sumber-sumber tersebut dengan syarat anonim. Data resmi stok AS dari Energy Information Administration akan dirilis pada 1500 GMT. Kedua benchmark harga minyak tersebut naik lebih dari US$1 dalam sesi sebelumnya setelah serangan drone Ukraina menyebabkan kebakaran terminal minyak di pelabuhan utama Rusia, menurut pejabat Rusia dan sumber intelijen Ukraina. Di Timur Tengah, Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz memperingatkan kemungkinan "perang total" dengan Hezbollah Lebanon, bahkan ketika AS berusaha menghindari konflik yang lebih luas antara Israel dan kelompok yang didukung Iran tersebut. Perang yang meningkat berisiko mengganggu pasokan di wilayah penghasil minyak utama. Harga minyak telah pulih dengan kuat dalam dua minggu terakhir saat pasar mempertimbangkan kekhawatiran tersebut "jika terjadi konflik yang lebih luas.
Baca Juga: Harga Minyak Turun Tipis di Tengah Prospek Permintaan yang Moderat “Ketegangan geopolitik dibawa ke front baru antara Israel dan Hezbollah," kata Yeap Jun Rong, seorang ahli strategi pasar di IG di Singapura. "Pendinginan antara kedua pihak tampaknya sulit dalam jangka pendek, yang dapat menjaga harga minyak tetap tinggi karena pelaku pasar mengabaikan kelemahan di bidang ekonomi, dari penjualan ritel AS yang lebih lemah dari perkiraan hingga serangkaian data campuran dari China minggu ini." Data China minggu ini menunjukkan output industri pada bulan Mei tertinggal dari ekspektasi, tetapi penjualan ritel, sebuah ukuran konsumsi, mencatat pertumbuhan tercepat mereka sejak Februari. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto