KONTAN.CO.ID - Harga minyak mentah dunia stabil pada Kamis (12/12), setelah laporan dari Badan Energi Internasional (IEA) tentang pasokan minyak yang melimpah tahun depan mengimbangi sentimen positif dari ekspektasi pemangkasan suku bunga Amerika Serikat. Melansir Reuters, minyak mentah Brent naik tipis 2 sen menjadi US$73,54 per barel pada pukul 18.05 WIB. Sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 3 sen menjadi US$70,32 per barel. Pada Rabu (11/12), kedua patokan harga tersebut naik lebih dari US$1.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Memanas, Simak Prospeknya Tahun Depan IEA memperkirakan pasar minyak akan tetap dalam kondisi pasokan yang cukup pada 2024, meskipun revisi naik pada permintaan minyak tahun depan. Di sisi lain, OPEC memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak 2024 untuk kelima kalinya dalam lima bulan terakhir, dengan revisi terbesar sejauh ini. "IEA masih memprediksi pasar akan kelebihan pasokan secara besar, meskipun sedikit berkurang dengan revisi permintaan mereka," ujar Giovanni Staunovo, analis komoditas di UBS. "Pasar menunggu kabar lebih lanjut tentang langkah fiskal global, jadi saya tidak mengharapkan pergerakan harga besar dalam waktu dekat." Di Amerika Serikat, inflasi naik tipis sesuai dengan ekspektasi para ekonom. Hal ini meningkatkan harapan investor bahwa The Fed akan memangkas suku bunga, memberikan optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi.
Baca Juga: IEA: Pasar Minyak Dunia Diperkirakan Tetap Aman pada 2025 "Laporan inflasi memberikan rasa nyaman. Meski bisa lebih baik, angkanya cukup rendah untuk mendorong Fed memangkas suku bunga pada pertemuan berikutnya," kata Bjarne Schieldrop, kepala analis komoditas di SEB. Di sisi lain, data Administrasi Informasi Energi AS menunjukkan persediaan bensin dan distilat meningkat lebih besar dari perkiraan pekan lalu. Permintaan yang lemah, terutama dari China sebagai importir terbesar, serta peningkatan pasokan dari non-OPEC+ menjadi faktor utama di balik tren ini. Namun, investor mengantisipasi lonjakan permintaan dari China setelah Beijing mengumumkan kebijakan moneter "relatif longgar" untuk 2025, yang diharapkan dapat mendongkrak permintaan minyak. Meski pertumbuhan permintaan minyak global bulan ini lebih lambat dari perkiraan, analis JPMorgan menyebutkan bahwa permintaan tetap tangguh. "Pertumbuhan permintaan sedikit tertahan oleh penurunan konsumsi bahan bakar jet di beberapa wilayah dunia," demikian catatan JPMorgan pada Kamis. Impor minyak mentah China pada November juga mencatatkan pertumbuhan tahunan untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan terakhir, naik lebih dari 14% dibanding tahun lalu.
Baca Juga: Harga Minyak Melonjak di Akhir 2024, Simak Peluang Trading Saham Migas Berikut Ini Sementara itu, pasar terus memantau sinyal terkait pemangkasan suku bunga Fed pada pekan depan.
Harga minyak sempat naik pada Rabu setelah Uni Eropa menyetujui paket sanksi ke-15 terhadap Rusia, yang menargetkan "armada bayangan" kapal yang membantu Rusia menghindari batas harga US$60 per barel yang diberlakukan oleh G7 pada minyak mentah Rusia tahun 2022. Kremlin merespons dengan menyatakan bahwa potensi pengetatan sanksi AS terhadap minyak Rusia menunjukkan bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden ingin meninggalkan "warisan yang sulit" bagi hubungan AS-Rusia. Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan pada Rabu bahwa AS terus mencari cara kreatif untuk mengurangi pendapatan minyak Rusia, seraya menambahkan bahwa permintaan minyak global yang lebih rendah menciptakan peluang untuk sanksi lebih lanjut. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto