JAKARTA. Harga rata-rata minyak mentah (Indonesian crude price/ICP) dalam tren menurun. Namun, jangan senang dulu penurunan ICP lantas mampu mengurangi beban defisit anggaran. Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani mengatakan, harga minyak memang dalam tren menurun. Secara umum, kalau harga minyak menurun maka subsidi energi bisa turun baik subsidi bahan bakar minyak (BBM) ataupun subsidi listrik. Namun ada variabel lain yang paling sensitif terhadap anggaran yaitu rupiah. Dengan kondisi rupiah saat ini, diakui Askolani, ada potensi anggaran subsidi BBM melebihi target. "Sebab kurs agak signifikan berubahnya, sedangkan ICP tidak banyak. Jadi kemungkinan hingga penghujung tahun subsidi BBM bisa lebih tinggi," ujar Askolani, Rabu (8/10).
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, saat ini sudah masuk dalam periode dua bulan terakhir 2014. Hitungan Dirjen Anggaran, apabila harga minyak naik US$ 1 dolar maka tambahan defisit mencapai Rp 2 triliun dalam setahun. Begitu pula sebaliknya, kalau harga minyak turun US$ 1 dolar maka defisit turun Rp 2 triliun. Kalau sisa dua bulan terakhir ini, hitungan Askolani, paling tidak terjadi penurunan defisit sekitar US$ 200 miliar. Tentu saja penurunan defisit secara keseluruhan juga harus mengacu pada level rupiah. "Angkanya terus fluktuatif. Masih terus kita pantau," tandas Askolani. Asal tahu saja, asumsi rupiah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 sebesar 11.600. Saat ini rata-rata rupiah dari awal tahun hingga sekarang sudah berada pada level Rp 11.700 per dolar AS. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David sumual menilai, ada tiga variabel yang menentukan besarnya anggaran subsidi energi yaitu nilai tukar rupiah, konsumsi BBM, dan harga minyak. Dua variabel pertama lebih memberikan pengaruh terhadap anggaran. Rupiah dalam trend melemah yang alhasil membuat beban impor minyak membesar. Sementara itu, dari sisi konsumsi ada kecenderungan mengalami peningkatan volume setiap tahunnya.