KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak melesat makin tinggi. Jumat (4/2) pukul 6.47 WIB, harga minyak WTI turun tipis 0,07% ke US$ 90,21 per barel. Harga minyak bergerak di atas US$ 90 per barel sejak kemarin. Harga minyak WTI yang merupakan acuan Amerika Serikat (AS) tembus US$ 90 per barel untuk pertama kalinya sejak 6 Oktober 2014 karena kekhawatiran pasokan yang sedang berlangsung dan karena cuaca dingin mengalir di seluruh AS. Harga minyak brent kemarin ditutup US$ 91,11 per barel. Harga minyak acuan global ini 1,8% pada perdagangan kemarin. Sedangkan harga minyak WTI kemarin melesat 2,3% ke US$ 90,27 per barel.
Baca Juga: Harga Emas Stabil di Sekitar US$ 1.800 Dalam Sepekan Analis mengaitkan reli terakhir harga minyak dengan peningkatan kekhawatiran bahwa cuaca dingin yang berkepanjangan dapat memukul produksi di Texas, memperburuk ketatnya pasar minyak mentah dunia. Lebih dari 200.000 orang telah kehilangan listrik di seluruh AS karena cuaca dingin. Ingatan tentang Badai Ida tahun lalu yang mematikan listrik bagi jutaan orang Texas, tetap menjadi sorotan. "Ini histeria atau semacam ketakutan," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho seperti dikutip
Reuters. Pasar juga mengamati perkembangan antara Rusia dan Barat atas sikap agresif Rusia terhadap Ukraina. AS memperingatkan bahwa Rusia berencana menggunakan serangan bertahap sebagai pembenaran untuk menyerang negara tetangga. Presiden Rusia Vladimir Putin menyalahkan NATO dan Barat atas meningkatnya ketegangan, bahkan saat ia telah memindahkan ribuan tentara ke dekat perbatasan Ukraina.
Baca Juga: Wall Street Tumbang, Kapitalisasi Facebook Anjlok US$ 200 Miliar "Ketegangan di sekitar konflik Ukraina memberikan dukungan bagi minyak, permintaan global meningkat dan kita tidak benar-benar meningkatkan pasokan untuk memenuhinya," kata Gary Cunningham, direktur riset pasar di Tradition Energy. Harga minyak acuan naik selama berminggu-minggu di tengah ekspektasi bahwa pasokan akan semakin ketat bahkan setelah produsen OPEC+ tetap pada rencana peningkatan produksi moderat. Permintaan tetap meningkat, dengan varian virus corona Omicron hanya sementara mengurangi konsumsi di negara-negara ekonomi utama. OPEC+ minggu ini sepakat untuk mempertahankan kenaikan produksi bulanan sebesar 400.000 barel per hari (bph) meskipun ada tekanan dari konsumen untuk meningkatkan pasokan lebih cepat.
Baca Juga: Prediksi IHSG Jumat (4/2) Melemah, Berikut Pilihan Saham untuk Dipantau Hari Ini Analis Goldman Sachs memperkirakan harga minyak Brent bisa mencapai US$ 100 per barel pada kuartal ketiga. Pialang telah memperkirakan bahwa OPEC+ dapat mempertimbangkan pelonggaran pemotongan produksi yang lebih cepat. Beberapa anggota OPEC berupaya untuk memompa lebih banyak minyak meskipun harga berada di level tertinggi tujuh tahun. Irak memompa 4,16 juta barel per hari minyak pada Januari, di bawah batasnya 4,28 juta barel per hari di bawah kesepakatan OPEC+.
Produksi minyak AS masih belum mencapai puncak. Produksi turun menjadi 11,5 juta barel per hari dalam minggu terakhir, jauh dari rekor 2019 sebesar 12,3 juta barel per hari. Chief Executive ConocoPhillips Ryan Lance mengatakan, harga tinggi dapat menyebabkan produsen minyak AS menambah produksi terlalu cepat, yang menyebabkan kelebihan pasokan.
Baca Juga: Harga Minyak Turun Tipis Setelah Menguat Empat Hari Beruntun Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati