Harga minyak terangkat data ekonomi AS



JAKARTA. Harga minyak menanjak. Penyebabnya adalah estimasi penjualan ritel di Amerika Serikat (AS) yang akan meningkat sebesar 3% di Juli 2012. Itu merupakan kenaikan pertama dalam empat bulan terakhir. Departemen Perdagangan AS akan mengumumkan data resmi penjualan ritel hari ini (14/8).

Peningkatan penjualan ritel di AS meredakan kekhawatiran perekonomian negara yang makin rapuh. Data ekonomi lainnya yang positif pada pekan ini datang dari produksi pabrik bulan lalu diprediksi meningkat.

Harga kontrak minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September 2012 di Bursa Nymex, kemarin (13/8) pukul 16.30 WIB, menguat 0,71% menjadi US$ 93,53 per barel dibanding sehari sebelumnya. Dalam sepekan, harga minyak telah terkerek naik 1,44% dari posisi US$ 92,20 per barel.


Adapun, harga kontrak minyak Brent di Bursa London, menanjak 1,17% menjadi US$ 114,27 per barel dibanding hari sebelumnya. Dalam sebulan, harga minyak Brent telah menguat 12,67%.

Rentang harga minyak jenis WTI dan Brent yang cukup lebar. Itu karena daerah utama produksi minyak Brent di Laut Utara akan ditutup. BP Plc., misalnya, akan menutup Sistem Pipa Ninian di wilayah itu untuk 10 hari.

Menurut Analis Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir, penguatan harga minyak juga dipengaruhi oleh kondisi geopolitik di Timur Tengah. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan mengenai pengembangan senjata nuklir di Iran serta akan ada serangan Israel terhadap Iran.

Terimbas Hormuz

Peperangan di Suriah juga akan memperburuk kondisi politik di Timur Tengah dan akan mempengaruhi harga minyak. “Walaupun harga berpotensi naik, namun, kenaikan itu masih bisa diredam oleh lambatnya pertumbuhan ekonomi dunia,” kata Zulfirman.

Dia memprediksi harga minyak WTI hingga sebulan ke depan bisa mencapai US$ 100 dolar per barel. Selain kondisi geopolitik, menguatnya harga minyak itu juga didukung oleh adanya spekulasi bahwa Presiden The Fed, Ben Bernanke akan melakukan stimulus lanjutan quantitative easing (QE3). Sementara, dalam sepekan ke depan, harga minyak akan menguat di kisaran US$ 90 - US$ 97 per barel.

Suluh Wicaksono, analis Askap Futures menambahkan, kenaikan harga minyak terangkat oleh data persediaan minyak mentah di AS pada pekan lalu. Persediaan minyak mentah AS mengalami penurunan 3,7 juta barel, jauh dari perkiraan sebelumnya yang hanya 0,6 juta barel. Hal ini langsung mendongkrak harga minyak karena permintaan ikut terangkat naik.

Bursa Amerika dan Eropa yang bergerak positif juga mendongkrak harga minyak. Efek kenaikan bursa pekan lalu masih mewarnai pergerakan minyak sepanjang pekan ini. "Kemungkinan besok harga minyak akan tetap naik," ungkap Suluh Adil Wicaksono, Analis Askap Futures. Hitungan Suluh, harga minyak dalam sepekan ke depan berada di kisaran US$ 92- US$ 94 per barel.

Optimisme harga minyak akan terangkat itu membuat para pemodal memasang posisi beli. Apalagi, insinden tabrakan kapal tanker minyak dengan salah satu kapal Angkatan Laut AS di dekat Selat Hormuz mengangkat kembali isu utama di daerah ini.

AS telah terlihat berpatroli untuk menjaga selat yang menjadi jalur transportasi pengiriman seperlima minyak dunia itu. Patroli kapal AS itu dilakukan terkait ancaman Iran yang akan memblokir Selat Hormuz setelah terkena sankski akibat program nuklir yang negara itu jalankan.

Suluh memprediksi, kenaikan harga minyak tidak akan jauh di atas harga saat ini. Hal ini mengacu prediksi International Energy Agency (IEA) yang bilang permintaan minyak tahun depan cenderung turun. Itu akan menahan kenaikan harga minyak. Penyebabnya, pelambatan ekonomi China dan Jepang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini