Harga Minyak Tergelincir Karena Kekhawatiran Resesi AS Kembali Mencuat



KONTAN.CO.ID - LONDON. Harga minyak melemah pada hari di tengah kekhawatiran resesi akan memukul ekonomi Amerika Serikat. Namun harga minyak tertahan oleh harapan pemulihan permintaan bahan bakar yang kuat di China yang merupakan importir minyak utama dunia.

Harga minyak mentah berjangka Brent turun 13 sen, atau 0,15%, menjadi US$ 84,37 per barel pada 0721 GMT. Sementara harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS melemah 23 sen, atau 0,29%, ke level US$ 77,83 per barel.

Penurunan ini sebagian disebabkan oleh laporan pada hari Kamis yang menunjukkan jumlah orang Amerika yang mengklaim tunjangan pengangguran meningkat lebih tinggi dari yang diperkirakan sehingga memicu kembali kekhawatiran resesi.


"Sentimen semalam tampaknya condong ke sisi negatif setelah data pengangguran di AS. Namun saya berharap pemulihan permintaan di China akan lebih mendorong prospek harga minyak pada paruh kedua 2023," kata Baden Moore, kepala penelitian komoditas National Australia Bank. 

Baca Juga: Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp 7.000 Menjadi Rp 1.026.000 Per Gram, Jumat (10/2)

Peningkatan indeks harga konsumen (CPI) China pada Januari dibandingkan dengan Desember, dengan inflasi mendekati target sekitar 3% yang ditetapkan pemerintah tahun lalu, telah membuat investor bersikap hati-hati.

"Kenaikan CPI China pada Januari mencerminkan permintaan konsumsi penduduk sebelum Tahun Baru Imlek, tetapi datanya tidak sebaik yang diharapkan, mencerminkan tahap pemulihan ekonomi yang lambat," kata Leon Li, analis CMC Markets.

"Oleh karena itu, harga minyak akan tetap bergejolak pada tahap ini," lanjutnya.

Data inventaris minyak AS terbaru pada minggu ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi terbesar dunia tersebut, dengan stok minyak mentah naik ke level tertinggi sejak Juni 2021.

Namun demikian, harga minyak Brent dan WTI telah melonjak lebih dari 5% sepanjang minggu ini sekaligus membalikkan sebagian besar penurunan harga yang terjadi pada minggu sebelumnya karena kekhawatiran tentang kenaikan suku bunga secara tajam oleh Federal Reserve AS telah mereda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi