Harga minyak tergerus, bagaimana prospek saham sektor energi?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak yang cenderung fluktuatif memang menjadi sentimen yang tidak bisa dihindari untuk sektor saham migas. Masalahnya, harga minyak cenderung lebih sering mengalami penurunan.

Asal tahu saja, meski harga minyak hari ini mengalami penguatan, pada Jumat lalu, harga minyak terkoreksi ke level terendah sejak 2015 menjadi US$ 50,42 per barel.

Mengintip data Bloomberg, per 31 Oktober hingga 26 November pukul 18.09 WIB, harga minyak terkoreksi 22% dari US$ 65,25 per barel menjadi US$ 50,96 per barel. Bahkan, pada bulan Maret silam, harga minyak sempat menyentuh level tertingginya sepanjang tahun ini US$ 76,10 per barel.


Investor Relation PT Elunsa Tbk (ELSA), Rifqi Budi Prasetyo mengatakan, penurunan harga minyak tidak terlalu berpengaruh terhadap fundamental jangka pendek ELSA karena Elnusa perusahaan jasa migas bukan perusahaan yang menjual hasil produksi migas secara langsung.

Rifqi mengatakan, perusahaan selalu siap dengan adanya fluktuasi harga minyak yang merupakan salah satu komoditas global.

Dia mengklaim, strategi yang dilakukan perusahaan pun cukup jelas dalam menghadapi penurunan harga minyak,

"Elnusa adalah perusahaan jasa migas dan energi yang sangat terdiversifikasi baik dari jasa hulu migas, jasa transportasi dan distribusi energi, kelengkapan jasa yang kami miliki membuat kami optimistis dapat menghadapi sentimen tersebut," katanya.

Kendati demikian Analis Artha Sekuritas Juan Harahap menilai, dengan adanya tren pelemahan harga minyak justru akan berdampak negatif bagi para emiten minyak dan juga turunannya, tak terkecuali emiten jasa minyak.

Ambil contoh PT Elnusa Tbk (ELSA), perusahaan ini tidak melakukan penjualan minyak secara langsung, namun dengan adanya sentimen ini aktivitas minyak ke depan menjadi tidak bergairah, artinya semakin sulit untuk emiten ini mendapat kontrak baru ke depannya.

Juan mengatakan sebaiknya wait and see terlebih dahulu saham ini, hingga harga minyak rebound, begitu pun dengan emiten minyak lainnya.

Senada, Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra mengatakan bahwa efek sentimen ini akan terasa ke emiten yang produsen minyak karena harga minyak akan menjadi acuan bisnis, penurunan minyak yang cukup tajam beberapa waktu terakhir ini menurut Adit membuat proyeksi bisnis minyak dana jasa minyak seperti PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dan ELSA akan terkoreksi.

Dengan begitu, harga saham emiten minyak juga akan terkoreksi karena mengikuti prospek bisnisnya.

"Harga saham akan mengikuti harga minyak, karena harga minyak akan berpengaruh pada bisnisnya," katanya, jika harga saham dan minyak turun, artinya proyeksi bisnis tersebut tidak baik.

Sebagai informasi saja, pada perdagangan hari ini (26/11) saham ELSA terkoreksi 4,40% menjadi Rp 304, sementara saham Medco juga terkoreksi 7,86% menjadi Rp 645.

Walaupun demikian Adit menilai harga saham akan mengalami rebound konsolidasi, karena dia memprediksi harga minyak juga akan kembali naik, berdasarkan hitungannya secara teknikal, "Di sini minyak akan membentuk pola bull back, jika minyak naik penurunan harga saham akan terhenti," katanya.

Adit mengatakan untuk investor yang belum memiliki saham emiten produsen minyak Seperti Medco, ELSA dan emiten minyak lainnya sebaiknya wait and see terlebih dahulu, sedangkan untuk yang sudah memiliki, jika tidak ingin rugi bisa jual saham tersebut dari sekarang.

Adapun, Adit menilai dengan adanya pelemahan harga minyak akan menguntungkan saham pertambangan seperti pasalnya sebagian besar aktivitas mereka menggunakan minyak.

Loeonardos Herwindo Head Of Communication PT Indika Energy Tbk (INDY), tak menampik hal tersebut, adanya sentimen tersebut berdampak terhadap operasional emiten sektor pertambangan ini, pasalnya dengan adanya sentimen ini, anak perusahaan perseroan seperti Kideco yang selama ini menggunakan fuel rata-rata 11 hingga 12 liter per ton dan Multi Jaya Tambang Utama mengkonsumsi 22 liter per ton, akan mendapat dampak positif.

Menurutnya, selama ini anak perusahaannya membeli harga minyak di US$ 65 dengan penurunan harga minyak di kisaran US$ 50,42 artinya perseroan akan semakin diuntungkan. Penggunaan fuel di antaranya digunakan untuk efisiensi transportasi dan stripping ratio.

"Kami selalu mencari komposisi terbaik untuk terus meminimalkan biaya operasional pertambangan," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia