JAKARTA. Minyak West Texas Intermediate (WTI) turun dari reli panjang selama enam bulan. Melimpahnya produksi minyak OPEC ke level tertinggi dalam setahun menggerus harga minyak. Mengutip
Bloomberg, Senin (1/9) pukul 17.00, WTI untuk pengiriman Oktober 2014 di New York Mercantile Exchange turun 0,38% dibanding akhir pekan lalu menjadi $ 95,60 per barel. Volume semua kontrak berjangka yang diperdagangkan adalah sekitar 54% di bawah rata-rata 100 hari. Harga menurun 2,3% sepanjang Agustus. Minyak telah turun 2,8% tahun ini. Kontrak berjangka minyak mengalami penurunan pertama dalam lima hari. Survey
Bloomberg menunjukkan, ini merupakan imbas dari negara-negara OPEC yang meningkatkan produksi minyak hingga 891.000 barel per hari menjadi 31 juta barel pada bulan Agustus.
Di sisi lain, ketegangan geopolitik di Timur Tengah sedang mereda. Seorang Ulama Muslim Senior mengatakan, pasukan Irak memasuki kota Amirli dan mengakhiri pengepungan oleh militan yang berlangsung selama lebih dari dua bulan. "Ini bukan kejutan, mengingat kenaikan yang kita lihat selama dua sesi perdagangan terakhir," kata Michael McCarthy,
chief strategist CMC Markets di Sydney. Ariston Tjendra,
Head of Research and Analysis Division PT Monex Investindo Futures mengatakan, harga minyak sempat bertahan di level tinggi. Beberapa faktor pendukung harga minyak mentah diantaranya ekspektasi kenaikan konsumsi energi di negara konsumen minyak terbesar di dunia, Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan data-data ekonomi AS yang dirilis belakangan ini cukup bagus. Selain itu, gejolak geopolitik antara Ukraina dan Rusia sempat meninggi pada pekan lalu. Namun, dalam jangka menengah, sambung Ariston, naiknya produksi minyak OPEC dan melambatnya aktivitas manufaktur China bisa memberikan tekanan turun pada harga minyak mentah. Survei Reuters mencatat rata-rata produksi minyak OPEC di Bulan Agustus sebesar 30,15 juta barel per hari, naik dari 30,06 juta barel per hari di bulan Juli. Adapun data PMI manufaktur China bulan Agustus dibukukan sebesar 51,1. Angka ini lebih rendah dari ekspektasi sebesar 51,2. "Harga minyak akan mengalami volatilitas lagi saat dirilisnya data ISM Manufaktur AS dan data tenaga kerja AS, nonfarm payrolls," jelas Ariston. Ibrahim, Analis dan Direktur PT Equilibrium Komoditi Berjangka menilai, meski sedang bergerak turun, harga minyak masih berpeluang naik lagi. Menututnya, konflik geopolitik masih akan mencuat. Saat ini, Uni Eropa berencana memberikan sanksi tambahan terhadap Rusia di bidang energi dan finansial. "Rusia merupakan salah satu eksportir terbesar minyak. Larangan ekspor ini nantinya akan mengganggu pasokan global," terang Ibrahim.
Secara teknikal, sambung Ariston, harga bergerak di bawah
moving average 50 dan 100. Namun masih berada di atas
moving average 200.
Moving average convergence divergence (MACD) berada di bawah nol. Namun garis MACD di atas garis sinyal. Ini mengindikasikan penguatan jangka pendek. Namun dalam jangka menengah masih tertekan. Indikator
stochastic berada di area netral, dimana garis persen K di atas garis persen D. Ini mengindikasikan penguatan.
Relative strength index (RSI) berada di level 44%. Menandakan tekanan masih berlangsung. Berdasarkan teknikal, Ariston menduga masih ada penurunan minyak, meski dalam jangka pendek sedang menguat. Ariston memperkirakan harga minyak sepekan mendatang berada di level US$ 92.50-US$ 98.40 per barel. Sementara Ibrahim menduga harga minyak berkisar US$ 94,50-US$ 96,20 per barel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto