JAKARTA. Harga minyak melemah. Salah satu penyebabnya adalah kekhawatiran negosiasi pemotongan anggaran dan kenaikan pajak di Amerika Serikat (AS) yang tidak akan tercapai dari tenggat waktu akhir tahun ini, semakin tinggi. Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Februari 2013 di Bursa Nymex, Senin (24/12), turun 0,05% menjadi US$ 88,61 dibanding harga di akhir pekan lalu. Komoditas, termasuk minyak tidak diperdagangkan di pasar spot, kemarin (25/12) karena libur Natal. Jika dihitung dari seminggu lalu, harga minyak masih menguat 1,07%. Hanya saja, harga minyak saat ini masih jauh dari harga minyak tertinggi sepanjang 2012 yang sebesar US$ 109,50 per barel. Rekor harga tertinggi ini tercapai pada 19 Maret lalu.
Sementara, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman Februari 2013 di Bursa ICE Futures, juga melemah 0,15% menjadi US$ 108,80 per barel dibanding harga penutupan di akhir pekan lalu. Dalam sepekan, harga minyak Brent masih menguat 1,07%. Rekor harga minyak Brent juga terjadi pada 19 Maret di level US$ 120,11 per barel. Partai Republik dan Demokrat kemungkinan tidak akan bisa mencapai kesepakatan untuk menghindari jurang fiskal (fiscal cliff) akibat dari penghematan anggaran yang mencapai lebih dari US$ 600 miliar di tahun depan. Menurut Kongres, jika pemerintah gagal untuk mencapai kesepakatan untuk menghindari jurang fiskal, ini akan mendorong AS untuk masuk ke dalam resesi di semester I-2013. "Pasar komoditas akan tetap terkena dampak negatif dari risiko yang terkait dengan jurang fiskal ini," ujar Jason Schenker, Presiden Prestige Economics LLC seperti dikutip Bloomberg. Bergerak sideways Suluh Adil Wicaksono, analis Askap Futures, mengatakan, rilis data produk domestik bruto (PDB) AS baru-baru ini yang cukup baik tidak bisa dijadikan landasan fundamental ekonomi untuk mengangkat harga minyak. Sebab, ini tidak diikuti oleh perbaikan data ekonomi lainnya seperti tingkat pengangguran. “Namun, pelemahan harga minyak ini sebenarnya masih wajar. Kemungkinan harga minyak selama sepekan ini akan naik terbatas,” kata Suluh akhir pekan lalu. Nizar Hilmy, analis SoeGee Futures, bilang, harga minyak masih akan menurun, setidaknya sampai akhir tahun ini. Cuma, koreksi tidak akan terlalu besar. Apalagi, kata dia, kondisi perekonomian China yang semakin menunjukkan adanya perbaikan, membuat harga minyak cukup kompetitif.
Secara teknikal, Suluh melihat, harga minyak masih akan menguat tipis. Indikator moving average (MA) berada di atas MA 100, bahkan jauh di atas MA 100. Moving average convergence divergence (MACD) masih berada di area negatif, dengan pergerakan cenderung mendatar. Indikator relative strength index (RSI) 55% mengarah ke area positif dan stochastic menunjukkan 60% mengarah ke area positif. Sedang, indikator commodity channel index (CCI) ada di level 45%. Ini mengindikasikan harga minyak masih konsolidasi. Sampai tutup tahun 2012, Suluh memprediksi, harga minyak akan bergerak di kisaran support US$ 84,20 dan resistance US$ 89,50 per barel. Sementara, Nizar memprediksi, harga minyak sampai akhir tahun akan bergerak di rentang US$ 85,00 – US$ 90,50 per barel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini