JAKARTA. Harga minyak mentah masih enggan naik. Kekhawatiran suplai bakal meluber menjadi ancaman bagi harga komoditas energi ini. Maklum, belum ada negara produsen yang berkomitmen memangkas produksi. Mengutip Bloomberg, Senin (26/10) pukul 14.54 WIB, minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Desember 2015 di New York Merchantile Exchange naik 0,15% ke level US$ 44,67 sebarel. Meski rebound, harga belum beranjak jauh dari posisi pekan lalu. Asal tahu saja, Jumat (23/10), minyak jatuh 1,72% ke US$ 44,6 sebarel. Ini harga termurah empat pekan terakhir.
Analis PT Millenium Penata Futures Suluh Adil Wicaksono menyebut, rebound harga minyak merupakan respons terhadap kebijakan China memangkas suku bunga acuan. Keputusan ini diharapkan bisa memperbaiki perekonomian Tiongkok, sehingga muncul harapan perbaikan permintaan minyak. "Namun, sentimen ini tidak akan kuat menopang. Sebab persoalan utama adalah suplai yang melimpah," ungkap Suluh. Pertemuan negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC dan non OPEC pekan lalu, tidak menunjukkan keinginan mengurangi produksi. Pelaku pasar semakin cemas pasokan bakal meluber, sebab produsen minyak di Amerika Serikat tidak lagi agresif menghentikan operasional rig. Baker Hughes Inc melaporkan, jumlah mesin rig yang diistirahatkan hanya 1 unit per 23 Oktober. Padahal, tiga pekan lalu, jumlah mesin yang tidak beroperasi mencapai 45 unit. Stok minyak AS per pekan lalu naik 5% menjadi 477 juta barel. Ini yang tertinggi sejak 1930. Tak heran, International Energy Agency (IEA) menduga, pasokan global masih melimpah hingga pertengahan tahun depan. Peluang pulih Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures, menilai, belum ada faktor yang bisa mengangkat harga minyak. Pekan ini harga masih rentan terkoreksi. Kelebihan pasokan menjadi faktor utama penggerus harga.