Harga minyak tersulut ke US$ 71 sebarel, ini pemicunya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak kembali tersulut. Meski belum ada kepastian besaran kenaikan produksi OPEC, harga minyak reli lantaran imbauan Amerika Serikat (AS) agar negara-negara sekutunya menghentikan impor minyak mentah dari Iran.

Mengutip Bloomberg, Rabu (27/6) pukul 17.30 WIB, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Agustus 2018 di Nymex-AS naik 0,82% menjadi US$ 71,11 per barel. Dalam sepekan, harga minyak terus menanjak mencapai 8,22%.

Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menjelaskan, ada tiga sentimen yang mendominasi lonjakan harga minyak mentah hari ini. Pertama, imbauan terbaru dari AS agar negara-negara sekutunya berhenti mengimpor minyak dari Iran mulai 4 November mendatang.


"Larangan impor minyak ke Iran akan mengganggu rantai permintaan, terutama China dan Jepang yang selama ini jadi pengimpor besar Iran," ujar Deddy, Rabu (27/6). Menurut catatannya, permintaan minyak China ke Iran mencapai 2 juta barel per hari.

Adanya larangan impor minyak Iran ini berpotensi mengalihkan permintaan minyak ke negara produsen lain seperti Arab Saudi, Rusia, maupun Amerika Serikat. Padahal, saat ini rantai suplai minyak dunia juga sedang tersendat lantaran gangguan produksi yang terjadi di Libia dan Kanada .

"Ada kekhawatiran, meski negara anggota OPEC sudah menambah produksi, suplai minyak global masih akan tetap kurang," katanya. Ini menambah alasan di balik relinya harga minyak hari ini.

Terakhir, harga minyak juga tersulut setelah American Petroleum Institute (API) merilis data persediaan minyak sektor industri AS yang tersisa 421,4 juta barel hingga akhir pekan lalu. Persediaan minyak AS turun 9,2 juta barel dibanding pekan sebelumnya.

Tak hanya itu, Analis Monex Investindo Faisyal menyebut, Baker Hughs juga melaporkan adanya penurunan aktivitas rig AS pada pekan lalu, disertai penurunan jumlah rig menjadi 862 unit. Ini merupakan pengurangan rig AS pertama dalam 12 pekan terakhir setelah selama ini jumlahnya terus bertambah.

Oleh karena itu, sentimen ketakutan pasar terhadap potensi kekurangan suplai minyak global, mendorong harga minyak terbang. "Belum lagi, perang dagang masih berlanjut antara AS, China, dan meluas ke Uni Eropa. Ini menambah ketidakpastian di pasar," ujar Deddy.

Hingga akhir pekan, analis yakin harga minyak masih tetap kuat. Terutama, jika data stok minyak AS versi Energy Information Administration (EIA) kembali dirilis menurun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini