JAKARTA. Laju harga minyak mentah berlanjut pagi ini, Rabu (24/5) meski tak kencang. Pasar tengah menunggu pertemuan OPEC mulai besok malam yang bisa menentukan arah pergerakan minyak. Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Juli di pasar Nymex pukul 8:00 WIB di US$ 51,52 per barel. Kemarin, harga minyak jenis ini di US$ 51,47 per barel. Sedangkan harga minyak Brent untuk kontrak Juli pagi ini diperdagangkan di US$ 54,21 per barel, naik dari posisi kemarin US$ 54,15.
Pelaku pasar berekspektasi, Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan 11 negara penghasil minyak lainnya dalam pertemuan di Winna pada besok (25/5) akan memutuskan untuk memperpanjang program pemangkasan minyak selama 9 bulan hingga Maret 2018. Deddy Yusuf Siregar, Research & Analyst di Tradepoint Futures juga optimis, terutama karena Irak, produsen minyak mentah terbesar kedua OPEC sudah menyetujui rencana ini setelah dibujuk Saudi. Deddy memperkirakan, harga minyak akan bergerak di kisaran US$ 49,50 - US$ 52,8 per barel dalam sepekan ke depan. Saat ini, OPEC dan aliansinya berupaya memangkas 1,8 juta barel per hari untuk mendorong penguatan harga minyak. Namun, harga minyak mentah dunia tetap tertahan dengan produksi minyak mentah Amerika Serikat yang tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir. Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengajukan rencana menjual separuh dari 688 juta barel cadangan minyaknya di Texas dan Lousiana pada tahun 2018-2027 untuk mendorong bujet sebesar US$ 16,5 miliar.
Namun, pasar tidak terlalu optimis, langkah AS ini bisa banyak mendorong harga minyak. Pasalnya, jika dihitung untuk 10 tahun, AS mengurangi minyak sekitar 95.000 barel per hari. "Itu tidak besar dan tidak membantu upaya Saudi," kata Oystein Berentsen, Managing Director untuk trading minyak di Strong Petroleum Singapore, dikutip
CNBC. Saat ini, AS memproduksi minyak sekitar 9,3 juta barel per hari. Research & Analyst Monex Investindo Futures Putu Agus Pransuamitra memperkirakan, harga minyak mentah hari ini bergerak
sideways di kisaran US$ 50 - US$ 51,50 per barel. Bukan hanya karena pesimis dengan langkah AS, Putu melihat ada potensi penurunan minyak dari China dan India yang tengah memasyarakatkan penggunaan mobil listrik ketimbang bahan bakar minyak. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia