JAKARTA. Syukurlah, harga minyak mentah terus melandai. Kesepakatan negara anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) memangkas produksinya hingga 2,2 juta barel per hari mulai awal 2009 nanti, ternyata tidak cukup ampuh mendongkrak harga komoditas ini. Alih-alih naik, harga minyak jenis light sweet untuk pengiriman Januari 2009 di Nymex Energy Futures justru turun hingga US$ 37,68 per barel. Dari titik tertingginya seharga US$ 147,27 per barel, harga minyak kualitas terbaik ini sudah turun 74,41%. Pada pukul 23.45 WIB harga minyak kembali menguat tipis ke level US$ 38,10 per barel. Ada beberapa hal yang menyebabkan rencana OPEC ini tidak manjur mengangkat harga minyak. Pertama, konsumsi minyak secara global memang turun tajam. "Ada kelebihan produksi minyak sekitar dua juta-tiga juta barel per hari," terang Direktur Center for Petroleum & Energy Economics Studies Kurtubi, kemarin.
Kedua, nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) yang kembali melemah. Kondisi ini juga menyebabkan harga minyak belum punya cukup tenaga menunjukkan tajinya. Kurtubi malah memprediksikan, harga minyak bisa menuju titik terendahnya pada US$ 30 per barel, di akhir tahun. Nah, keputusan OPEC bisa langsung melambungkan harga minyak jika OPEC berani memangkas kembali produksi negara anggotanya. "Setidaknya mereka harus memangkas 4 juta barel lagi untuk bisa mengangkat harga minyak ke level US$ 80-an per barel," kata Kurtubi. Tapi, biarlah itu urusan OPEC. Bagi kita, penurunan tajam harga minyak ini seharusnya bisa membuat harga Premium dan Solar makin murah. Mestinya, pemerintah kembali menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Perhitungan Kurtubi, "Seharusnya harga Premium dan Solar Rp 4.000 per liter." Sebagai catatan, pada 15 Desember 2008, pemerintah telah menurunkan harga premium menjadi Rp 5.000 per liter dan solar menjadi Rp 4.800 per liter. Tapi, harga di atas, ungkap Kurtubi, masih berpatokan pada saat harga minyak dunia di atas US$ 45 per barel.