KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Produsen petrokimia dalam negeri, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), optimistis bisnisnya membaik di kuartal terakhir tahun ini seiring penurunan harga minyak mentah dunia. Jumat (23/11) pukul 17.00 WIB, harga minyak jenis
West Texas Intermediate (WTI) turun 2,62% menjadi US$ 53,22 per barel. Sepekan terakhir, harga minyak WTI turun 6,66% dan merosot 23,97% dibandingkan dengan akhir kuartal III-2018. Suhat Miyarso,
Vice President Corporate Relations Chandra Asri menyatakan, penurunan harga minyak mentah dunia merupakan sentimen positif bagi industri petrokimia. "Dari sisi hulu, harga
naphta juga turun," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (23/11). Nafta merupakan bahan baku utama industri petrokimia.
Penguatan rupiah terhadap dollar AS serta stabilitas kurs juga menambah sentimen positif bagi pebisnis petrokimia di tengah tren penurunan harga minyak. "Dengan rupiah yang menguat, industri juga mendapatkan bahan baku dengan harga murah," katanya. Dengan penurunan harga bahan baku petrokimia serta stabilitas kurs, kata Suhat, anak usaha Barito Pacific Tbk (BRPT) ini berkeyakinan kinerja kuartal IV-2018 lebih baik ketimbang kuartal tiga. Sebagai gambaran, sampai dengan sembilan bulan pertama tahun ini, TPIA mencatatkan pertumbuhan pendapatan 8,9%, dari US$ 1,8 miliar di periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 1,96 miliar di tahun ini. Sementara laba bersih TPIA turun sekitar 30%
year on year (yoy) menjadi US$ 174 juta. Pada periode yang sama tahun lalu mampu meraup US$ 250 juta. Sampai akhir tahun 2018, manajemen TPIA optimistis kinerjanya masih tumbuh. Patokan yang berlaku di industri ini, pertumbuhan industri petrokimia setidaknya sekitar 1,5 kali dari pertumbuhan domestik bruto (PDB). Alhasil, jika ekonomi Indonesia tumbuh 5%, industri petrokimia tumbuh 7,5%. Selain penurunan harga bahan baku, Suhat menyatakan, momentum perayaan Natal dan Tahun Baru, juga berpeluang meningkatkan permintaan produk petrokimia. Utamanya permintaan material
consumer product. Namun, Suhat tidak menjelaskan lebih lanjut potensi kenaikan permintaan menjelang akhir tahun dibandingkan dengan bulan biasa lainnya. Dia hanya menyatakan, sudah lazim terjadi, konsumsi masyarakat cenderung meningkat di akhir tahun. Peningkatan konsumsi ini juga meningkatkan permintaan kemasan produk, termasuk kemasan plastik serta produk petrokimia lain. Selama ini, sekitar 40% pasar industri plastik kemasan terserap ke sektor produk konsumsi makanan dan minuman. Pertumbuhan pasar dan permintaannya pun relatif stabil. "Pasar Indonesia masih sangat besar, jadi dari sisi sales masih terus bertumbuh," ungkapnya.
Saat ini TPIA memiliki kapasitas produksi sekitar 3,3 juta ton per tahun, dengan sembilan jenis produk petrokimia. TPIA juga tengah berupaya menaikkan kapasitas produksi menjadi sekitar 4,5 juta per tahun pada tahun 2020. Tahun ini, tingkat utilitas pabrik diproyeksikan mencapai 90% dari total kapasitas produksi. Perseroan ini memenuhi sekitar 45% kebutuhan produk petrokimia dalam negeri. Adapun porsi selebihnya berasal dari pabrikan lain dan mayoritas impor. Suhat menyatakan TPIA tidak khawatir kendati bersaing dengan produk impor, apalagi setelah pemerintah menaikkan tarif PPh impor untuk produk petrokimia. Beleid tersebut setidaknya dapat mencegah potensi banjir produk petrokimia impor dari China sebagai dampak memanasnya tensi perang dagang Amerika Serikat dan China. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini