Harga minyak turun, harga gas masih tetap



JAKARTA. Harga jual gas di dalam negeri masih anteng alias tak terpengaruh oleh penurunan harga minyak yang sudah menyentuh level di bawah US$ 45 per barel. Sampai saat ini, harga jual gas industri masih di kisaran US$ 5-US$ 8 per million metric british thermal unit (mmbtu) atau sama dengan harga gas sewaktu harga minyak berada di atas US$ 80 per barel. 

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pun menyatakan belum membahas penurunan harga gas untuk pasar dalam negeri. Zuldadi Rafdi, Kepala Subbagian Komunikasi dan Protokoler SKK Migas, berdalih, penurunan harga minyak dunia turun tidak otomatis menurunkan harga jual gas di dalam negeri. 

Selama ini, pembeli utama gas di pasar domestik adalah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan industri pupuk. Nah, uniknya, Zuldadi menyatakan, harga jual gas akan diturunkan jika PLN menurunkan tarif listrik dan pabrik pupuk  menurunkan  harga jual pupuk. Apabila PLN dan produsen pupuk belum menurunkan harga jual produknya, SKK Migas tak berniat menurunkan harga jual gas ke industri dalam negeri. 


Sebagai gambaran, saat ini rata-rata harga gas untuk wilayah Sumatera berkisar antara US$ 5-US$ 7 per mmbtu. "Kalau harga gas di Jawa Timur adalah US$ 6-US$ 8 per mmbtu," ungkap Suldadi kepada KONTAN, Selasa (27/1).

Hitungan SKK Migas, margin penjualan gas domestik sebenarnya tipis. Sebab saat ini harga gas di pasar ekspor mencapai US$ 14 per mmbtu.

Irwan Andri Atmanto, Juru Bicara Perusahaan Gas Negara (PGN) menambahkan, turunnya harga minyak dunia tidak berpengaruh pada harga jual gas perusahaan ini. Ia menjelaskan, harga keekonomian gas pipa tidak berhubungan langsung dengan naik turunnya harga minyak bumi. "Yang berhubungan langsung dengan harga minyak bumi adalah harga LNG," katanya.

Menambah alokasi

Pemerintah sejatinya telah memberikan komitmen untuk menyediakan alokasi gas ke pasar domestik dengan jumlah yang terus meningkat saban tahun. Contohnya, sejak tahun 2003, pasokan gas untuk kebutuhan domestik naik rata-rata 9% per tahun. 

Pada 2013, volume gas untuk kebutuhan domestik lebih besar ketimbang ekspor. "Tahun 2015 ini, komitmen untuk domestik mencapai 4.403 bbtud atau 61%, sementara peruntukan ekspor sebesar 2.836 bbtud," ujar Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi.

Agar bisa terus mendapatkan gas untuk memenuhi keperluan domestik, saat ini SKK Migas berupaya menggenjot produksi dan eksplorasi gas. Misalnya, saat ini yang tengah dikejar produksinya adalah IDD Chevron, Muara Bakau, dan Blok Masella. "Genting Oil di Papua juga sudah menemukan gas, plan of development (PoD) alias proposal pengembangannya sedang dibahas, ada juga Blok Kasuari," kata Amin.

SKK Migas, Selasa (27/1), juga telah meneken kesepakatan lima perjanjian jual beli gas (PJBG). Transaksi ini berpotensi mencetak pendapatan negara sekitar US$ 617 juta dolar atau setara dengan Rp 7,7 triliun. 

Amien berharap semua pihak dapat memberikan dukungan agar penyaluran gas dari lima PJBG yang ditandatangani tersebut bisa berjalan. Dengan demikian, penyerapan gas meningkat dan penerimaan negara dari gas naik.

General Manager PT Pertamina Hulu Energy ONWJ Jonly Sinulingga menyebutkan, seluruh produksi gas PHE ONWJ disalurkan untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal. Gas dari sini mengalir ke pembangkit listrik Jakarta, bahan baku pabrik pupuk, dan bahan bakar gas untuk sektor transportasi.

Adapun PJBG kali ini, memang untuk keperluan ke Unit Pengolahan VI-Balongan berasal dari dari Lapangan GG melalui Balongan Onshore Processing Facility. "Lapangan GG merupakan lapangan baru yang tes uji produksinya sudah dilakukan pada 12 Desember 2014," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto