Harga Minyak Turun Makin Menjauhi US$ 100 per Barel



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak melanjutkan pelemahan setelah terjun ke bawah level US$ 100 per barel sejak awal pekan. Harga minyak memperpanjang penurunan tiga hari beruntun karena investor semakin khawatir permintaan energi akan terpukul dalam potensi resesi global.

Kamis (7/7) pukul 7.42 WIB, harga minyak WTI kontrak Agustus 2022 di New York Mercantile Exchange turun 0,35% ke US$ 98,18 per barel. Sedangkan harga minyak Brent kontrak September 2022 di ICE Futures turun 0,48% ke US$ 100,21 per barel.

Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan persediaan minyak mentah AS turun sekitar 1,0 juta barel pekan lalu. Penurunan stok minyak mentah dapat mendukung harga.


Baca Juga: Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham dari MNC Sekuritas untuk Kamis (7/7)

Perdagangan minyak bergejolak dalam tiga hari terakhir dengan kedua patokan minyak mentah naik lebih dari US$ 2 per barel di awal kekhawatiran pasokan dan turun lebih dari US$ 4 per barel pada sesi terendah. Minyak mentah berjangka sangat fluktuatif selama berbulan-bulan.

Analis Goldman Sachs dan UBS mengatakan harga minyak turun karena kekhawatiran resesi. UBS mengungkapkan harga minyak merosot karena  penurunan perdagangan minyak sebagai lindung nilai inflasi, dolar AS yang lebih kuat, dana lindung nilai yang bereaksi terhadap momentum harga minyak negatif, lindung nilai produsen, dan kekhawatiran pembatasan mobilitas baru di China.

Dengan Federal Reserve AS diperkirakan akan terus menaikkan suku bunga, minat trading di WTI berjangka turun pekan lalu ke level terendah sejak Mei 2016 karena investor mengurangi aset berisiko.

Baca Juga: Rupiah Ambrol Ke Rp 15.000, Ini Perusahaan yang Bakal Diuntungkan

"Ada kekhawatiran yang tidak dapat disangkal tentang kehancuran permintaan resesi, ditambah open interest WTI di posisi terendah multi-tahun telah menciptakan sedikit krisis likuiditas," kata Robert Yawger, direktur eksekutif energi berjangka di Mizuho kepada Reuters.

Kepala Dana Moneter Internasional mengatakan prospek ekonomi global suram secara signifikan sejak April dan dia tidak dapat mengesampingkan kemungkinan resesi global tahun depan mengingat risiko yang meningkat.

Harga minyak juga terpukul oleh penguatan nilai tukar dolar AS yang mencapai level tertinggi hampir 20 tahun terhadap mata uang utama dunia. Penguatan dolar AS membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lainnya.

Baca Juga: Wall Street Bergerak Tipis Menunggu Rilis Risalah Rapat The Fed

Di China, importir minyak terbesar dunia, pasar khawatir bahwa penguncian Covid-19 baru dapat memangkas permintaan. Impor minyak mentah China dari Rusia pada Mei melonjak 55% dari tahun sebelumnya ke level rekor. Rusia menggantikan Arab Saudi sebagai pemasok utama, dengan penyulingan mengambil pasokan yang didiskon karena negara-negara Barat memberi sanksi kepada Moskow atas invasinya ke Ukraina.

Lebih lanjut menekan harga minyak, Equinor ASA mengatakan semua ladang minyak dan gas yang terkena dampak pemogokan di sektor perminyakan Norwegia diperkirakan akan kembali beroperasi penuh dalam beberapa hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati