KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak stabil pada hari Jumat karena pasar mempertimbangkan permintaan China dan ekspektasi penurunan suku bunga setelah data menunjukkan penurunan inflasi Amerika Serikat (AS). Tetapi dalam sepekan, harga minyak terpangkas sekitar 2%. Harga minyak mentah Brent ditutup naik 6 sen atau 0,08% pada US$ 72,94 per barel pada Juamt (20/12). Dalam sepekan, harga minyak acuan internasional ini turun 2,08%. Harga minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 8 sen atau 0,12% menjadi US$ 69,46 per barel di perdagangan Jumat. Dalam sepekan, harga minyak WTI turun 1,92%.
Dolar AS turun dari level tertinggi dalam dua tahun, tetapi menuju kenaikan minggu ketiga berturut-turut. Federal Reserve memangkas suku bunga tetapi juga mengurangi prospek penurunan suku bunga tahun depan menjadi hanya dua kali.
Baca Juga: Arab Saudi Dapat Jackpot! Temukan Emas Putih di Ladang Minyaknya Dolar yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lain. Sementara suku bunga yang tetap tinggi dapat menahan permintaan minyak. Inflasi AS melambat pada bulan November, mendorong indeks utama Wall Street lebih tinggi dalam perdagangan yang bergejolak. "Ada kekhawatiran di sekitar pasar tentang prospek permintaan, terutama yang berkaitan dengan China, dan kemudian jika kita akan kehilangan dukungan moneter dari Fed, itu seperti pukulan ganda," tambah kata John Kilduff, mitra di Again Capital di New York seperti dikutip
Reuters. Perusahaan penyulingan milik negara China, Sinopec, mengatakan dalam prospek energi tahunannya pada hari Kamis bahwa impor minyak mentah China dapat mencapai puncaknya paling cepat pada tahun 2025. Konsumsi minyak China akan mencapai puncaknya pada tahun 2027, karena permintaan untuk solar dan bensin melemah.
Baca Juga: Ada yang Naik, Cermati Harga BBM Desember Pertamina, Shell, BP & Vivo, Sabtu (21/12) Sementara OPEC+ membutuhkan disiplin pasokan untuk menaikkan harga dan menenangkan kegelisahan pasar atas revisi berkelanjutan dari prospek permintaannya, menurut Emril Jamil, spesialis penelitian senior di LSEG. OPEC+ baru-baru ini memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global tahun 2024 selama lima bulan berturut-turut. JPMorgan melihat pasar minyak bergerak dari keseimbangan pada tahun 2024 menjadi surplus 1,2 juta barel per hari pada tahun 2025. JPMorgan memperkirakan pasokan non-OPEC+ meningkat sebesar 1,8 juta barel per hari pada tahun 2025 dan produksi OPEC tetap pada level saat ini.
Baca Juga: Donald Trump Ancam Patok Tarif Tinggi Uni Eropa Jika Tak Beli Minyak dan Gas dari AS Dalam sebuah langkah yang dapat memangkas pasokan, negara-negara G7 sedang mempertimbangkan cara untuk memperketat batasan harga minyak Rusia. Sejumlah strategi G7 misalnya larangan langsung atau dengan menurunkan ambang batas harga, menurut laporan
Bloomberg pada hari Kamis. Rusia telah menghindari batasan US$ 60 per barel yang diberlakukan pada tahun 2022 setelah invasi Ukraina melalui penggunaan "armada bayangan" kapal. Strategi ini telah menjadi sasaran sanksi lebih lanjut oleh UE dan Inggris dalam beberapa hari terakhir.
Fund manager menaikkan posisi beli atau
net long minyak mentah berjangka dan opsi AS mereka dalam minggu hingga 17 Desember, menurut Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS (CFTC) pada hari Jumat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati