Harga Minyak Turun, Subsidi Energi Bisa Lebih Hemat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada hari ini, Selasa (27/8) harga minyak terkoreksi. Ekonom menrcemati hal itu akan berdampak pada anggaran subsidi energi yang telah ditentukan pemerintah.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan harga minyak lebih rendah dari pada subsidi APBN 2024, maka masih ada ruang baik subsidi maupun dana kompensasi untuk bisa lebih hemat. Selain itu, juga ada faktor dari permintaan dari kelas menengah yang sedikit melambat.

"Sehingga itu berpengaruh juga terhadap permintaan dari BBM terutama jenis yang subsidi," jelas Bhima kepada Kontan, Selasa (27/8). 


Di sisi lain, Bhima melihat stabilitas nilai tukar rupiah sejak semester II 2024 ini jauh lebih baik. Hal itu juga dapat meringankan tekanan dari sisi subsidi maupun kompensasi BBM. Namun yang perlu dicermati adalah terkait dengan lifting minyak dalam negeri yang terus konsisten mengalami penurunan. Sehingga nilai impor dari BBM-nya juga cukup tinggi yang akhirnya menjadi beban bagi Pertamina dalam pengelolaan untuk penyaluran BBM.

Baca Juga: Kementerian ESDM Sebut Ada Kenaikan kuota Subsidi LPG 3 Kg dan Subsidi Listrik

Bhima juga mencermati kondisi saat ini menunjukan inkonsistemsi dengan RAPBN 2025 yang justru mengasumsikan harga minyak mentah sama dengan harga di 2024. Namun, dari sisi subsidi justru tidak penurunan. 

Dalam RAPBN tahun anggaran 2025, subsidi Energi direncanakan sebesar Rp 204,5 triliun, terdiri atas subsidi jenis BBM tertentu dan LPG tabung 3 kg sebesar Rp 114,3 triliun dan Subsidi Listrik sebesar Rp 90,2 triliun. 

"Jadi artinya memang ada inkonsistensi harusnya kalau harga minyak mentah diperkirakan masih sama atau bahkan lebih rendah daripada realisasi tahun ini, yang harus dilakukan adalah memang melakukan pemangkasan subsidi energi terutama untuk BBM," ujarnya. 

Jika adanya pemangkasan subsidi, menurut Bhima itu juga akan berdampak pada penghematan ruang fiskal tahun depan. Terutama pada tahun 2025 pemerintah juga harus membayar utang jatuh tempo dan adanya tekanan lain dari sejumlah program pemerintah yang baru. 

Selain itu juga dapat untuk mempercepat transisi energi. Menurut Bhima dalam transisi energi ini juga harus  tercermin dari postur subsidi energi fosil yang semakin menurun. Hal ini yang masih belum selaras karena tidak tercermin di dalam RAPBN 2025, yang artinya tahun depan masih akan ketergantungan cukup besar terhadap energi fosil atau energi yang kurang ramah lingkungan.

"Itu juga bisa menjadi kontradiksi di saat pemerintah lagi gencar mendorong ekosistem dan produksi kendaraan listrik dengan berbagai insentifnya tapi subsidi energinya masih terus di top up terus ditambah di saat harga minyak mentahnya sedang turun," ucapnya. 

Baca Juga: Kementerian ESDM Rencanakan Pembatasan BBM Bersubsidi Mulai 1 Oktober 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati