KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak turun tipis di perdagangan Asia pada hari Selasa setelah membukukan kenaikan di hari sebelumnya. Pasar minyak tetap berhati-hati mengenai prospek pertumbuhan permintaan global di tengah ekspektasi pasokan yang lebih kuat. Selasa (18/6) pukul 13.15 WIB, harga patokan global minyak mentah berjangka Brent turun 12 sen atau 0,14% menjadi US$ 84,13 per barel. Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS turun 14 sen atau 0,17% menjadi US$ 80,19 per barel. Kedua
benchmark tersebut naik sekitar 2% pada hari Senin, ditutup pada level tertinggi sejak April.
“Pasar minyak mengalihkan fokusnya kembali ke fundamental yang telah lemah selama beberapa waktu,” kata ahli strategi komoditas dan derivatif BoFA Francisco Blanch dalam catatan klien yang dikutip
Reuters. Dia menambahkan bahwa persediaan minyak mentah global dan penyimpanan produk olahan di Amerika Serikat, Singapura, dan beberapa tempat lain lebih tinggi.
Baca Juga: Tekanan Inflasi Mereda, Bank of Korea Diprediksi Pangkas Suku Bunga di Akhir tahun Sementara itu, pertumbuhan permintaan minyak global melambat menjadi 890.000 barel per hari secara tahunan pada pada kuartal pertama. Data juga menunjukkan pertumbuhan konsumsi kemungkinan akan semakin melambat pada kuartal kedua. Output kilang minyak Tiongkok bulan Mei turun 1,8% dari level tahun lalu, menurut data biro statistik China yang dirilis kemarin. Kilang-kilang pengolahan minyak melakukan perombakan pemeliharaan terencana dan margin pemrosesan tertekan oleh kenaikan biaya minyak mentah. Pasar juga mencari petunjuk lebih lanjut mengenai suku bunga dan bagaimana situasi permintaan AS akan berjalan dengan baik. Suku bunga yang tinggi menyebabkan biaya pendanaan lebih tinggi dan dianggap akan menekan permintaan minyak. Beberapa analis tetap optimis mengenai dampak harga dari perpanjangan pengurangan pasokan oleh kelompok OPEC+ dalam jangka pendek.
Baca Juga: Harga BBM Hari Ini Juni 2024, Pertalite, Pertamax, Shell, BP Apakah Berubah? “Panduan terbaru yang diberikan oleh OPEC+, serta prospek pertumbuhan permintaan sebesar 2,25 juta barel per hari yang tidak berubah, menandakan stagnasi dalam pertumbuhan pasokan minyak untuk tahun 2024 dan risiko penurunan produksi pada tahun 2025,” kata Patricio Valdivieso, wakil presiden Rystad Energy.
Valdivieso menambahkan, stagnasi pasokan dan risiko penurunan produksi serta tidak adanya kesamaan perkiraan permintaan dari OPEC+ dan lembaga lain menyebabkan harga masih berpotensi naik. "Rebound baru-baru ini pada margin penyulingan yang kompleks, khususnya di Eropa dan Asia, juga mendukung pasar," kata analis Sparta Commodities, Neil Crosby. Margin penyulingan di kilang kompleks di Singapura rata-rata sebesar US$ 3,60 per barel pada bulan Juni, dibandingkan dengan US$ 2,66 per barel pada bulan Mei. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati