KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak turun tipis pada Senin (17/3), setelah kenaikan empat pekan berturut-turut. Harga minyak disokong oleh prospek permintaan global yang diramal mencapai rekor tertinggi tahun ini karena pemulihan konsumsi China. Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA) juga memperingatkan bahwa pengurangan produksi yang diumumkan oleh OPEC+ yang terdiri dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen lain yang dipimpin oleh Rusia, dapat memperburuk defisit pasokan minyak dan merugikan konsumen. Senin (17/4) pukul 7.38 WIB, harga minyak WTI kontrak Mei 2023 turun tipis 0,04% ke US$ 82,49 per barel dari penutupan perdagangan pekan lalu di US$ 82,52 per barel. Sedangkan harga minyak Brent kontrak Juni 2023 di ICE Futures menetap turun 0,03% ke US$ 86,28 per barel dari akhir pekan lalu US$ 86,31 per barel.
Baca Juga: Melemah Tipis, Harga Emas Masih Bertahan di Atas US$ 2.000 Kedua kontrak minyak mentah membukukan kenaikan empat minggu berturut-turut di tengah meredanya kekhawatiran atas krisis perbankan yang melanda bulan lalu dan keputusan mengejutkan minggu lalu oleh OPEC+ untuk memangkas produksi lebih lanjut. Kenaikan empat minggu akan menjadi rekor terpanjang sejak Juni 2022. Dalam laporan bulanannya pada hari Jumat, IEA mengatakan permintaan minyak dunia akan tumbuh sebesar 2 juta barel per hari (bpd) pada tahun 2023 ke rekor 101,9 juta bpd, sebagian besar didorong oleh konsumsi yang lebih kuat di China setelah pencabutan pembatasan COVID di sana. IEA meramalkan, permintaan bahan bakar jet menyumbang 57% dari kenaikan 2023. Tetapi OPEC pada hari Kamis menandai risiko penurunan permintaan minyak musim panas sebagai bagian dari latar belakang keputusan untuk memangkas produksi lebih lanjut 1,16 juta barel per hari. IEA mengatakan keputusan OPEC+ dapat merugikan konsumen dan pemulihan ekonomi global. Baca Juga: Pasar Saham Indonesia Disokong Sentimen Global Selama Libur Lebaran