KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Black Friday, yang jatuh Jumat kemarin (23/11), seharusnya menjadi musim belanja yang menyenangkan di Amerika Serikat. Tetapi, bagi pasar minyak mentah, tak ada semangat berbelanja yang sama seperti di sektor konsumer tersebut. Kekhawatiran pasar akan berlimpahnya produksi minyak dan tidak diimbangi potensi pembelian yang sama besarnya ke depan, memangkas harga minyak mentah, yang kemudian menyeret saham-saham sektor energi, dan menjatuhkan indeks di Wall Street. Harga minyak AS West Texas Intermediate (WTI) turun US$ 4,21 atau 7,71% ke level US$ 50,42 per barel. Harga minyak light sweet ini turun hampir 23% sejak Oktober, yang dihantui pelambatan permintaan jika perang dagang AS-China semakin panas.
Sedangkan minyak Brent jauh 3,8% atau 6,07% pada kemarin, menjadi US$ 58,80 per barel. Harga minyak Brent juga belum mendapat imbas menguntungkan dari penjatuhan sanksi ekspor terhadap Iran lantaran AS masih memperbolehkan delapan importir besarnya membeli minyak. Dalam sepekan, WTI turun 10,8% dan Brent jatuh 11,3%. Penurunan mingguan terbesar sejak Januari 2016 ini sekaligus menjadi penanda penurunan tujuh pekan berturut-turut bagi harga minyak. Pasar minyak pada beberapa bulan belakangan terseret sentimen perang dagang AS dan China, dua negara dengan perekonomian dan konsumsi minyak terbesar dunia. Pekan depan, di sela-sela KTT G-20 di Argentina, Presiden AS Donald Trump akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping untuk membicarakan hubungan dagang yang memanas ini.