Harga naik terlalu tinggi, permintaan CPO menyusut



JAKARTA. Usai menyentuh level harga tertinggi tahun ini pada 15 Desember lalu, harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) kembali melemah. Posisi harga yang sudah terlampau tinggi menyebabkan permintaan menyusut.

Mengutip Bloomberg, Jumat (23/12), harga CPO kontrak pengiriman Maret 2017 di Malaysia Derivative Exchange melemah 0,49% dibanding sehari sebelumnya ke RM 3.061 per metrik ton. Sedangkan dalam sepekan, harga terkoreksi hingga 3,16%.

Deddy Yusuf Siregar, analis Asia Tradepoint Futures, mengatakan, biasanya ketika harga terlalu tinggi, pasar lebih memilih untuk menahan permintaan. “Akibat tingginya harga, permintaan di pasar pun menipis,” kata Deddy.


Apalagi, memasuki libur Natal dan Tahun Baru, aktivitas perdagangan komoditas tidak seramai biasanya. Padahal, fundamental CPO masih cukup kuat menopang harga.

Sampai akhir tahun, produksi CPO Malaysia diperkirakan turun dari tahun 2015, yakni sekitar 17,5 juta–17,7 metrik ton, menjadi 17,3 juta–17,4 juta metrik ton. Sedangkan produksi Indonesia turun dari 30 juta metrik ton menjadi 29 juta metrik ton.

Ibrahim, Direktur Utama Garuda Berjangka, juga menjelaskan, koreksi harga CPO merupakan hal yang wajar menjelang akhir tahun. Tekanan harga juga tidak lepas dari penguatan dollar Amerika Serikat (AS) setelah mengumumkan ekonomi kuartal III-2016 tumbuh 3,5%, dari tumbuh 3,2% di kuartal II.

Apalagi, dollar AS masih menguat lantaran spekulasi kenaikan suku bunga The Fed sebanyak tiga kali tahun depan. "Ini memberi tekanan pada harga komoditas, termasuk CPO," tutur Ibrahim.

Di sisi lain, survei Bloomberg terhadap analis, pedagang, penyuling dan petani memperlihatkan, ekspor minyak sawit Indonesia bulan November meningkat 5,4% menjadi 2,54 juta ton dibanding bulan sebelumnya. Angka ekspor tersebut merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2015.

"Meningkatnya ekspor pada bulan November disebabkan oleh ketatnya pasokan di pembeli utama seperti China dan India," kata Derom Bangun, Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia, seperti dikutip Bloomberg.

Harga CPO telah melonjak sekitar 25% tahun ini. Salah satunya didukung oleh badai El Nino yang mengganggu produksi kelapa sawit dan membuat pasokan CPO dari Asia Tenggara menipis.

Ibrahim melihat outlook harga CPO jangka panjang masih positif. Dukungannya berasal dari permintaan biodiesel dan pabrik bioavtur yang sedang dikembangkan di Indonesia dan China.

Dalam jangka panjang, proyek ini akan mendorong kenaikan permintaan CPO sebagai campuran bahan bakar avtur.

Secara teknikal, Deddy melihat, harga CPO masih bergerak di atas moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200 yang menunjukkan masih ada potensi penguatan harga. Indikator moving average convergance divergence (MACD) masih berada di area positif.

Begitu juga dengan relative strengh index (RSI) di level 51, yang menunjukkan potensi penguatan. Sedangkan stochastic menandakan potensi pelemahan.

Pada Senin (26/12), Deddy memprediksi harga CPO masih bertahan di kisaran RM 3.130–RM 2.980 per metrik ton. Sementara Ibrahim menganalisa, harga CPO sepekan ke depan akan bergulir di RM 2.950-RM 3.150 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie