KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas nikel terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa waktu terakhir. Mengutip Trading Economics, harga nikel menembus US$ 19.244 per ton pada Rabu (24/4) Pukul 17:28 WIB. Tren peningkatan harga nikel ini terus berlanjut. Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif, mengatakan, pergerakan harga yang terjadi merupakan siklus harga yang umum terjadi pada komoditas termasuk sektor mineral.
"Ini suatu kejadian yang selalu berulang dengan penyebab tertentu dan mengarah ke
supply demand dan stok yang berubah. Tentunya ini akan menyebabkan naik turunnya harga nikel. Smelter tetap akan menerima konsekuensi yang sama dari siklus harga yang terjadi," jelas Irwandy kepada Kontan, Rabu (24/4).
Baca Juga: Harga Nikel Kembali Melonjak, Begini Prospek Saham INCO hingga ANTM Irwandy melanjutkan, peran komoditas nikel masih akan krusial untuk pengembangan industri produk turunan seperti
stainless steel hingga baterai kendaraan listrik. Menurutnya, pergerakan harga yang terjadi bukan merupakan sesuatu yang bersifat tiba-tiba. Di sisi lain, pergerakan harga nikel diyakini bakal turut memberikan dampak positif pada kinerja sejumlah emiten. Kontan mencatat, Direktur Utama PT Harum Energy Tbk (HRUM) Ray Gunara menanggapi positif kenaikan harga nikel belakangan ini dan perusahaan mengharapkan dapat bertahan stabil didukung oleh tingkat permintaan dan pasokan ke depannya yang lebih berimbang. "Kenaikan harga nikel akan mempengaruhi kinerja perusahaan secara positif, karena meningkatkan marjin operasi perusahaan," kata Ray kepada Kontan, Senin (22/4).
Baca Juga: Konflik di Timur Tengah Kian Memanas, Emiten Komoditas Siap Mendulang Berkah Dalam kondisi ini, kata Ray, HRUM akan mengupayakan agar tingkat produksi nikel dari smelter-smelter milik perusahaan berada pada tingkat yang optimal agar dapat memaksimalkan manfaat dari harga nikel yang meningkat. Sementara itu, anak usaha dari PT Merdeka Copper Gold Tbk (
MDKA), PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) menyatakan kenaikan harga nikel akan mendongkrak kinerja perusahaan dan mendukung hilirisasi yang dilakukan perusahaan. General Manager Merdeka Copper Gold, Tom Malik, mengatakan, sebagai perusahaan tambang, MBMA adalah price taker karena harga komiditi nikel tergantung supply-demand global namun MBMA tidak hanya mengoperasikan tambang nikel SCM tapi juga proses hilirisasi seperti 3 (tiga) fasilitas RKEF, 1 (satu) Nickel Matte Converter dan dalam waktu dekat ini fasilitass HPAL. Ia menjelaskan, Tambang Nikel SCM mulai produksi penuh di 2024 dengan target produksi bijih Saprolite 4juta ton dan bijih Limonit 11 juta ton.
Baca Juga: Kementerian ESDM Gelar Lelang Blok Tambang Tahun 2024 Saprolit akan men-suplai aset MBMA di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dengan target produksi NPI (Nickel Pig Iron) antara 85.000 - 92.000 ton dan Nickel Matte antara 50.000 - 55.000 ton.
"Naiknya harga nikel akan mendongkrak kinerja tidak saja untuk tambang nikel SCM tetapi juga hilirisasi MBMA: Nickel Pig Iron (NPI) dan Nickel Matte," kata Tom kepada KONTAN, Senin (22/4). Selain itu, kata Tom, MBMA juha sedang mengembangkan fasilitas HPAL bermitra dengan GEM Co.Ltd. di IMIP yang ditargetkan commissioning di akhir tahun ini dengan kapasitas 20ribu ton/tahun dan bertambah menjadi 30.000 ton/tahun di pertengahan 2025. Tom menambahkan, aset MBMA terdiri dari tambang nikel terbesar di Indonesia serta fasilitas pemurnian nikel merupakan bukti komitmen perusahaan terhadap kebijakan hilirisasi pemerintah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli