KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga nikel diperkirakan masih akan solid ke depan. Moncernya harga nikel tidak terlepas dari pengenaan sanksi kepada Rusia atas serangan ke Ukraina. Dalam risetnya tertanggal 6 April 2022, Analis BRI Danareksa Sekuritas Hasan Barakwan meyakini kenaikan harga nikel didukung oleh konflik di Ukraina dan spekulasi bahwa jika terjadi sanksi terhadap Rusia akan mempengaruhi aktivitas Nornickel. Asal tahu, Nornickel adalah perusahaan pertambangan dan peleburan nikel dan paladium Rusia terbesar di dunia.
Perhatian utama pasar adalah potensi sanksi terhadap Nornickel, yang berpotensi menghilangkan 130.000 ton sampai 140.000 ton logam olahan atau 4,4% dari pasokan global. Proyeksi kehilangan pasokan ini akan bertambah menjadi hampir 200.000 ton jika kilang Harjavalta milik Nornickel di Finlandia juga menjadi target pengenaan sanksi. Potensi kehilangan ini mencapai 6,3% dari pasokan global. Meskipun tidak begitu signifkian secara global, sentimen bahwa pasar bisa kehilangan sebagian pasokannya dinilai sudah cukup untuk mendorong harga nikel ke level lebih tinggi.
Baca Juga: Pemerintah Cabut 1.118 Izin Usaha Pertambangan, Ini Pangkal Masalahnya Hasan memperkirakan harga rata-rata nikel pada tahun ini akan lebih tinggi dari asumsi yang dipasang sebelumnya di level US$ 21.000 ton. Dus, BRI Danareksa Sekuritas menaikkan asumsi harga nikel untuk 2022 menjadi US$ 24.000 per ton. Analis NH Korindo Sekuritas Arief Machrus menilai, pasokan yang berada di level terendah dalam dua tahun berpeluang membuat harga rata-rata jual nikel global tetap tinggi. Selain faktor sentimen perang di Ukraina, prospek harga nikel juga terdorong sentimen mendesaknya pengalihan teknologi otomotif dari bahan baku minyak fosil menjadi listrik. Kepala Riset Henan Putihrai Sekuritas Robertus Yanuar Hardy menilai, ke depan harga nikel masih akan bertahan di level tertingginya. Prospek nikel dipoles oleh penggunaannya yang semakin banyak dan permintaan yang masih meningkat. Di sisi lain, suplai akan semakin terbatas akibat disrupsi rantai pasokan global yang masih akan berlanjut akibat konflik geopolitik.
“Harga nikel masih akan bertahan di kisaran US$ 25.000 – US$ 35.000,” terang Robertus kepada Kontan.co.id, Senin (25/4). Dus, kenaikan harga nikel saat ini akan berdampak positif terhadap kinerja emiten nikel seperti PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (
INCO). Menurut Robertus, harga jual rata-rata atau
average selling price (ASP) emiten nikel akan naik dari tahun lalu. Di sisi lain, harga batubara yang menjadi bahan bakar emiten nikel juga masih cukup tinggi. Hanya saja, Robertus menyebut kenaikan harga nikel masih lebih tinggi dari kenaikan harga batubara dan bahan bakar minyak. Dengan kata lain, kenaikan harga batubara ini bisa ditutupi oleh kenaikan harga jual rata-rata nikel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi