KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (
INCO) dinilai akan mendapatkan sentimen positif dari kenaikan harga nikel belakangan ini. Dengan harga nikel yang lebih tinggi, potensi produksi nikel INCO yang lebih rendah pada tahun ini pun jadi lebih terminimalisir.
Head of Research RHB Sekuritas Andrey Wijaya melihat harga nikel masih akan tetap bertahan di level yang tinggi setidaknya hingga akhir tahun ini. Menurutnya, sentimen utama yang menjaga harga nikel adalah berkurangnya
invetory nikel di saat permintaan justru mengalami kenaikan. Ia bilang, saat ini permintaan nikel mulai kembali naik lantaran bisnis
stainless steel sudah mulai pulih kembali. Sementara, dalam jangka pendek pasokan nikel dari Rusia justru sedang berkurang karena ada masalah produksi di sana.
“Hal ini akan menjaga harga nikel tetap tinggi sampai akhir tahun dan proyeksi kami harganya untuk tahun ini US$ 18.500 per ton. Tingginya harga nikel ini akan menjadi bemper bagi INCO yang secara produksi akan jauh lebih rendah,” jelas Andrey kepada Kontan.co.id, Kamis (16/9).
Baca Juga: Simak rekomendasi saham Matahari Putra Prima (MPPA) dari CGS CIMB Sekuritas Adapun, pada semester I-2021, produksi nikel matte INCO hanya sebesar 30.246 ton atau turun 17% secara
year on year. Andrey menyebut penurunan ini sudah diperkirakan seiring adanya perbaikan pada salah satu
electric furnace milik INCO. Angka tersebut juga baru memenuhi 47% dari
guidance manajemen pada tahun ini yang sebesar 64.000 ton. Andrey sendiri memasang target yang cenderung konservatif untuk produksi INCO pada tahun ini, di mana ia memperkirakan produksi INCO hanya akan mencapai 61.000 ton. Hanya saja, dia memproyeksikan asumsi ASP INCO pada tahun ini sebesar US$ 14.750 per ton (naik 37% secara yoy) sehingga akan membatasi risiko dari volume produksi yang lebih rendah. Sementara analis Mirae Asset Sekuritas Juan Oktavianus dalam risetnya pada 30 Agustus mengatakan, dampak dari rendahnya produksi INCO pada semester I-2021 sudah
price-in terhadap harga sahamnya saat ini. Ia mengekspektasikan kinerja INCO akan mencatatkan perbaikan pada paruh kedua tahun ini hal seiring dengan produksi yang mulai pulih. Walau begitu, ia memproyeksikan INCO belum akan memenuhi targetnya karena perkiraannya total produksi INCO pada tahun ini hanya akan mencapai 62.000 ton.
Baca Juga: Kinerja kuartal II dinilai moderat, simak rekomendasi saham ICBP Namun, jika secara jangka panjang, Juan memandang positif langkah bisnis yang diambil INCO saat ini yang sedang berupaya untuk meningkatkan porsi ekspor yang tercermin dari pengembangan
smelter di Bahodopi dan Pomala. Di
smelter Bahadopi, INCO akan membangun delapan
rotary kiln-electric furnace yang diproyeksikan bisa memproduksi 73.000 TNi per tahun. Sementara di Pomala, INCO juga saat ini sedang dalam proses pembangunan High Pressure Acid Leach (HPAL).
Smelter ini nantinya memproduksi
mix sulphide precipitate (MSP) yang merupakan bahan baku baterai listrik. “Oleh sebab itu, dengan
outlook kendaraan listrik yang semakin cerah, INCO juga akan mendapatkan keuntungan dari sentimen tersebut ke depannya,” imbuh Juan.