Harga nikel masih berpotensi menguat hingga akhir tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terjadi penurunan besar-besaran stok nikel di London Metal Exchange (LME) menjadi sekitar 25.000 ton sepekan lalu. Stok yang makin tipis berpeluang menopang harga logam ini hingga akhir tahun 2019.

Berdasarkan data Bloomberg, harga nikel per Selasa (8/10) berada di level US$ 17.570 per metrik ton. Angka tersebut turun 0,87% dari yang sebelumnya berada di level US$ 17.725 per metrik ton.

Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim menyatakan bahwa penurunan stok nikel tersebut dipicu oleh salah satu perusahaan China yang membeli nikel secara besar-besaran karena mengantisipasi tahun 2020 tepatnya di bulan Januari. Tepatnya adalah produsen stainless terbesar di dunia asal China, yaitu Tsinghan Holding Group Co yang membeli nikel untuk mengantisipasi larangan ekspor nikel pemerintah Indonesia.


Baca Juga: Begini cara Aneka Tambang (ANTM) memanfaatkan limbah slag nikel

Ketakutan spekulan juga terbukti dari stok nikel di Asia dan Eropa yang juga berkurang. "Karena Indonesia akan memberlakukan dan memajukan larangan ekspornya di tahun 2020 yang sebelumnya 2022, para spekulan dan industri China itu jadi ketakutan. Makanya memborong banyak," kata Ibrahim kepada Kontan.co.id, Rabu (9/10).

Ibrahim mengatakan, harga nikel menyusut karena kembali memanasnya hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan China. Hubungan kedua negara memburuk setelah AS memutuskan untuk menambah 28 perusahaan komponen teknologi China ke daftar hitamnya. Di sisi lain, AS mengaitkan penambahan anggota daftar hitam itu terhadap kasus internal di China, yaitu masalah hak asasi manusia yang terjadi di Xinjiang, China.

Terlebih lagi, jelang perundingan kedua negara yang akan dilaksanakan pada Kamis mendatang, AS juga memberlakukan pembatasan visa pada beberapa pejabat China karena kasus minoritas muslim di Xinjiang tersebut. 

Alhasil, Ibrahim menilai dalam waktu jangka pendek termasuk sepekan ini, harga nikel masih mengalami pelemahan karena pelaku pasar akan menunggu pertemuan antara AS dan China yang direncanakan berlangsung pada Kamis mendatang.

Baca Juga: Soal divestasi saham yang akan diserap MIND ID, Vale: Akan ada diskusi minggu ini

Kendati demikian, secara teknikal Ibrahim memproyeksi pergerakan harga nikel di perdagangan Kamis (10/10) masih mengindikasikan penguatan. Walaupun ada terlihat kemungkinan pelemahan, tapi maksimal penurunan adalah 100 poin. Ibrahim memperkirakan rentang harga nikel besok di harga support di level US$ 17.350 dan resistance US$ 17.470. Sementara, support harga nikel sepekan ini berada di US$ 17.145 dan resistance di level US$ 17.540.

Ibrahim menambahkan, ketidakstabilan global karena perang dagang ataupun kasus Brexit yang tak kunjung selesai memang dapat membuat harga nikel bergejolak. Namun, dia menilai prospek komoditas seperti nikel dan timah lebih baik daripada yang lain.

Sebab, saat komoditas lain seperti minyak atau batubara berguguran, para spekulan justru mengalihkan ke komoditas seperti nikel dan timah. "Saat minyak dan batubara berguguran, spekulan mengalihkan ke komoditas lain, salah satunya nikel dan timah. Ini kaitannya dengan geopolitik di global," tambah Ibrahim.

Menurut Ibrahim, jika Indonesia tidak memberikan informasi perihal larangan ekspor yang dimajukan menjadi tahun 2020, pelaku pasar mungkin tidak akan panik seperti ini. Bahkan, dia menyebut harga nikel di bawah US$ 15.000.

Baca Juga: Harga logam industri masih dibayangi sentimen perang dagang sepanjang kuartal ketiga

Terdapat sisi psikologis yaitu kepanikan spekulan yang berdampak pada keuntungan harga nikel Indonesia. Oleh karena itu, ia menilai harga nikel berpeluang menguat hingga akhir tahun.

Selain itu, potensi penguatan juga dilandasi gugatan Eropa terhadap pemerintah Indonesia di WTO. Eropa merasa Indonesia melanggar aturan karena sebelumnya mengumumkan menyetop ekspor nikel di tahun 2022, justru memajukannya menjadi tahun depan.

"Jadi, meskipun perang dagang memberikan sentimen negatif, tapi fundamental nikel masih lebih baik daripada komoditas lain. Ditambah lagi larangan ekspor dan gugatan Eropa akan menguntungkan kita," tutup Ibrahim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati