KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga nikel belakangan berangsur membaik, meskipun masih jauh lebih rendah dari tahun lalu. Melansir Trading Economics, Selasa (12/3), harga nikel turun 20,80% secara tahunan. Namun, harga nikel sudah naik 15,06% dalam sebulan terakhir ke US$ 18.159 per ton. Analis CGS Internasional Sekuritas Indonesia Jacquelin Hamdani melihat, permintaan nikel dari China akan terus melemah, setidaknya dalam 6-12 bulan ke depan karena sektor properti mereka yang melemah. Padahal, China adalah konsumen terbesar stainless steel secara global.
Pertumbuhan ekonomi China yang tidak terlalu baik juga dapat membebani permintaan stainless steel dari negara tersebut. Akhirnya, ini akan memicu lemahnya permintaan nikel yang merupakan bahan baku stainless steel. Sementara itu, dari sisi pasokan, peningkatan kapasitas yang cepat dari pengolahan nikel di Indonesia dapat mengakibatkan kelebihan pasokan hingga tahun 2028. “Kami memperkirakan kelebihan pasokan pada tahun 2024-2028 sebesar 250.000 ton per tahun untuk nikel olahan,” ujarnya dalam riset tertanggal 5 Maret 2024.
Baca Juga: Makin Agresif Ekspansi Non-Batubara, Begini Rekomendasi Saham UNTR dari Analis Jacquelin melihat, harga nikel saat ini sudah mendekati biaya tunai produksi. Hal ini kemungkinan merupakan pertanda bahwa harga nikel sudah mencapai titik terendahnya. Namun, katalis untuk kenaikan harga nikel juga masih minim. Harga nikel LME diproyeksikan Jacquelin sebesar US$ 17.500 per ton pada tahun 2024 dan US$ 17.750 per ton pada tahun 2025. Lalu, harga nickel pig iron (NPI) sebesar US$ 12.000-12.500 per ton hingga tahun 2025, atau 15% di bawah harga rata-rata tahun 2023. “Kami juga menemukan bahwa produsen nikel di Indonesia cenderung menurunkan produksi ketika harga jatuh di bawah biaya tunai. Hal ini kemungkinan akan menyebabkan pasokan yang lebih rendah, sehingga dapat menstabilkan harga,” tuturnya. Menurut Jacquelin, dinamika tersebut menunjukkan bahwa harga nikel mungkin akan tetap stagnan selama 6-12 bulan kedepan. Sentimen positif untuk emiten nikel adalah kecepatan pertumbuhan permintaan yang setidaknya sama dengan pasokan. “Ini mengingat ada kondisi kelebihan pasokan pada nikel kelas II,” ungkapnya. Sementara, sentimen negatif untuk emiten nikel adalah data ekonomi makro yang lebih lemah dari perkiraan.
“Sebab, hal ini mengindikasikan akan terjadinya pelemahan lebih lanjut untuk permintaan nikel,” tuturnya.
Baca Juga: Perdagangan Hanya Tiga Hari, Intip 3 Saham Rekomendasi IPOT Untuk Trading Pekan Ini Diantara emiten nikel, Jacquelin merekomendasikan
add saham HRUM dengan target harga Rp 1.740 per saham. Selain itu, rekomendasi
hold diberikan untuk saham MBMA dan NCKL dengan target harga Rp 545 per saham dan Rp 860 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat