Harga nikel naik, analis sebut saham Central Omega Resources (DKFT) menarik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga nikel melambung tinggi. Berdasarkan Bloomberg, pada penutupan pasar Agustus 2019 lalu saja dalam satu bulan harga nikel naik 23,53% ke level US$ 17.900 per ton. 

Kenaikan harga nikel tersebut sejalan dengan rencana pemerintah mempercepat pelarangan ekspor bijih nikel atau nikel ore dari tahun 2022 menjadi akhir Desember 2019. 

Baca Juga: Mulai 1 Januari 2020, pemerintah resmi melarang ekspor bijih nikel


Vice President Artha Sekuritas Frederick Rasali menjelaskan larangan ekspor bijih nikel tersebut justru akan meningkatkan harga nikel dunia karena jumlah persediaan berkurang namun permintaan masih tetap tinggi.

Melansir data WoodMac pada tahun 2018 Indonesia menguasai 27% pasokan nikel di pasar global yang kemudian disusul oleh Filipina sebesar 14%. "Prospek nikel masih bagus karena permintaan global masih cukup kuat," jelas Frederick kepada Kontan.co.id, Senin (2/9). 

Menurutnya, emiten yang bergerak di lini tersebut seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO, anggota indeks Kompas100), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM, anggota indeks Kompas100) dan PT Central Omega Resources Tbk (DKFT). Saat berita ini dimuat, harga ketiganya bahkan melonjak tinggi. 

Hari ini, harga INCO naik 13,88% sejak pembukaan pasar menjadi Rp 4.020. Disusul oleh harga ANTM yang naik 8,88% ke level Rp 1.165 dan DKFT yang naik 5,3% menjadi Rp 278. 

Baca Juga: Ini profil perusahaan green energy Kencana Energi Lestari (KEEN)

Dari ketiganya, Frederik melihat DKFT menjadi saham yang paling menarik. Alasannya, kapasitas produksi masih 50% per bulan April dan masih akan terus meningkat kapasitasnya. "Jadi potensi pertumbuhannya cukup besar," jelas dia. 

Berdasarkan catatan Kontan, volume produksi bijih nikel DKFT periode Januari-Maret 2019 sebanyak 264.016 metrik ton dengan penjualan 302.015 metrik ton. Sebanyak 269.449 metrik ton bijih nikel diekspor oleh perusahaan dan 32.566 metrik ton dijual di dalam negeri. 

Pada tahun 2018, DKFT memproduksi bijih nikel sebanyak 440.225 metrik ton. Sebanyak 165.465 metrik ton diekspor oleh DKFT.

Baca Juga: Dana proyek LRT Sumatera Selatan cair Rp 2,3 triliun, Waskita Karya akan bayar utang

Adapun, DKFT saat ini masih dalam pengembangan smelter feronikel tahap II yang diproyeksikan selesai pada kuartal II-2022. Nantinya, total kapasitas smelter tersebut mencapai 250.000 metrik ton per tahun. Sementara ini kapasitas yang sudah beroperasi sebesar 100.000 metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi