Harga nikel naik, empat saham ini layak dicermati



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga nikel, diprediksi akan berimbas ke penjualan emiten yang ikut terdongkrak. Apalagi dengan adanya pelarangan ekspor bijih nikel. Harga nikel dalam periode waktu berjalan (ytd) telah naik 66,8% ke level US$ 17.900 per ton.

"Untuk pelarangan ekspor mentah cukup positif karena akan memberikan value added yang cukup tinggi ke emiten," jelas Analis Profindo Sekuritas Dimas W. P. Pratama, Senin (2/9).

Untuk itu, Dimas melihat pada semester dua ini, investor layak untuk memperhatikan saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO, anggota indeks Kompas100 ini), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM, anggota indeks Kompas100 ini), PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) dan PT Timah (persero) Tbk (TINS, anggota indeks Kompas100 ini). Alasannya karena valuasi keempat saham tersebut masih murah. 


Sejak awal tahun hingga hari ini, harga keempat saham tersebut naik cukup tinggi. Harga saham saham ANTM naik 52,94% ke level Rp 1.170. Disusul oleh TINS yang pada penutupan pasar berhenti di Rp 1.110 atau naik 47,02% ytd.

Baca Juga: ESDM akui larangan ekspor nikel untuk amankan bahan baku baterai mobil listrik

Kemudian INCO  naik 21,78% ytd ke level Rp 3.970. Sedangkan DKFT turun 7,84% ytd ke level Rp 282 namun dalam enam bulan terakhir saham emiten ini naik hingga 12,8%.

Dari sisi valuasi, price earning ratio (PER) DKFT tercatat 14,1 kali dengan price book value ratio (PBVR) sebesar 1,46 kali. Sementara itu PER ANTM tercatat 40,34 kali dengan PBVR 1,41 kali. 

Sedangkan untuk INCO, PER perusahaan ini tercatat negatif 53,27 kali dengan PBVR 1,5 kali. Terakhir, TINS memiliki PER 6,85kali dan PBVR sebesar 1,19 kali.

Sebelumnya, Wakil Presiden Direktur Vale Indonesia Febriany Eddy menilai larangan ekspor bijih nikel alias ore nikel justru menguntungkan Indonesia. Bagi INCO, pelarangan tersebut juga berdampak positif karena ikut mengerek harga.

Baca Juga: Asosiasi berikan tanggapan beragam atas larangan ekspor bijih nikel

"Harga kan sekarang tinggi sekali sampai pernah menyentuh US$ 16.000, terutama karena statement banned ore ekspor, pengaruhnya besar sekali," jelas Febriany usai RUPSLB, Jumat (16/8).

Editor: Yudho Winarto