KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kinerja emiten nikel diharapkan mengalami peningkatan pada tahun ini, didorong oleh penguatan harga nikel. Berdasarkan data dari
Trading Economics, harga nikel berada pada angka US$ 20.250 per ton pada Jumat (24/5). Dalam kurun waktu satu bulan terakhir, terjadi kenaikan sebesar 5,71%. Analisis dari Equity Research Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rizkia Darmawan, mengatakan bahwa kenaikan harga nikel dunia dipengaruhi oleh sentimen global. Prediksi mengenai kelebihan pasokan tidak sesuai dengan realita yang terjadi.
Baca Juga: Menakar Dampak Kenaikan Harga Terhadap Emiten Nikel Sebagai contoh, dari Indonesia terdapat kendala terkait Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dalam industri penambangan nikel yang belum selesai. Hal ini berpotensi mengurangi produksi global, mengingat Indonesia merupakan salah satu produsen nikel terbesar di dunia. Darma juga menambahkan bahwa harga nikel sebelumnya berada di bawah ekspektasi, sehingga memengaruhi rencana produksi dari smelter-smelter di seluruh dunia. Hal ini karena jika harga tidak kompetitif dan produsen tetap memproduksi, maka keuntungan mereka akan menurun. Sementara itu, kenaikan harga nikel juga dipicu oleh harapan akan permintaan yang tinggi dari China. Meskipun banyak laporan yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi China melambat, permintaan akan baja nirkarat dari negara tersebut tetap stabil. Dalam situasi ini, ada dua emiten yang berpotensi mendapatkan keuntungan.
Pertama adalah PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM).
Baca Juga: Harga Nikel Uptrend, Cermati Rekomendasi Analis pada Saham: INCO, NCKL dan ANTM Darma menjelaskan bahwa dengan semakin banyaknya smelter nikel di Indonesia, permintaan akan biji nikel meningkat. Oleh karena itu, perusahaan penambang nikel seperti ANTM akan mengalami peningkatan keuntungan. Emiten
kedua adalah PT Vale Indonesia Tbk (
INCO). Darma menyatakan bahwa dengan kenaikan harga nikel saat ini, produk turunan nikel dari tier I atau II akan memiliki harga jual yang lebih tinggi.
Namun, Darma menilai bahwa INCO mendapat keuntungan dari segi harga karena perusahaan tersebut mengacu pada harga LME. Dengan demikian, kenaikan harga nikel dunia secara langsung mempengaruhi harga jual produk INCO. Selain itu, prospek INCO juga diperkuat setelah mendapatkan perpanjangan operasi dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) per tanggal 3 Mei 2024. Hal ini menandakan bahwa rencana pengembangan INCO menjadi lebih jelas di masa depan.
Baca Juga: Intip Jadwal Pembagian Dividen Hillcon (HILL) Senilai Rp 103,19 Miliar Darma menambahkan bahwa INCO saat ini memiliki 'captive market', setidaknya untuk sementara waktu, karena penjualannya akan diserap oleh Sumitomo dan Vale Limited. Secara keseluruhan, Darma memperkirakan bahwa dengan kenaikan harga nikel saat ini, rata-rata harga jual para emiten bisa naik lebih dari 15%. Seiring dengan itu, kinerja keuangan para emiten nikel juga berpotensi meningkat. Namun, hal ini dengan catatan bahwa rata-rata harga nikel tetap berada di atas US$ 18.000 per ton sepanjang tahun ini. Dengan asumsi tersebut, kinerja keuangan para emiten juga berpotensi tumbuh lebih dari 15%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli