KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja mentereng berhasil ditorehkan PT Vale Indonesia Tbk sepanjang tahun ini. Buktinya, di tengah kondisi pandemi virus corona (C0vid-19), emiten dengan kode saham
INCO tersebut membukukan laba bersih sebesar US$ 76,64 juta hingga kuartal III-2020. Asal tahu saja, jumlah itu, melonjak tajam dibandingkan laba bersih pada periode yang sama tahun 2019 yang hanya US$ 160.000. Di saat yang bersamaan, pendapatan produsen nikel ini juga berhasil naik 12,7% secara tahunan, dari sebelumnya US$ 506,46 juta menjadi US$ 571,02 juta di akhir September 2020 lalu.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Stefanus Darmagiri pun melihat kinerja
INCO memang solid. Di kuartal III-2020 saja,
INCO melaporkan laba bersih sebesar US$ 23,5 juta.
Baca Juga: Ini alasan Mirae Asset kaji ulang target harga saham Vale Indonesia (INCO) Jumlah realisasi laba bersih INCO di periode Juli-September 2020 ini turun tipis 2,7% dibanding kuartal II-2020. Stafanus bilang, penurunan laba bersih secara kuartalan itu terjadi karena normalisasi tarif pajak menjadi 27% sepanjang kuartal ketiga. Namun, INCO melaporkan penghasilan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA sebesar 42,6% lebih tinggi secara kuartalan berkat harga nikel yang kuat dan penurunan dalam biaya energi. Adapun lonjakan laba bersih pada sembilan bulan pertama 2020 dinilai akibat dampak dari harga nikel yang solid, volume produksi yang kuat, dan beban pokok penjualan atau
cost of goods sold (COGS) yang lebih rendah 10,0% (yoy) yang dipicu oleh harga komoditas energi yang rendah. Torehan laba bersih INCO tersebut di atas perkiraan BRI Danareksa Sekuritas. Dalam catatan Kontan.co.id, Vale Indonesia mengupayakan pembangunan kembali (
rebuild) tungku listrik (Electric Furnace) 4 dari Mei hingga awal November 2021 tanpa adanya penundaan kembali. Semula, rebuild tanur 4 ini dijadwalkan akan dieksekusi pada triwulan keempat 2020, yang kemudian diundur menjadi ke triwulan kedua tahun 2021. “Sementara manajemen masih menghitung dampak pembangunan kembali tungku pada produksi nikel dalam matte untuk tahun 2021, kami memperkirakan produksi nikel
INCO yang lebih rendah, sekitar 72.000 metric ton untuk tahun 2021,” tulis Stefanus dalam riset, Selasa (3/11). Sebelumnya, manajemen INCO, anggota indeks
Kompas100 ini, mengatakan target produksi nikel dalam matte hingga akhir tahun masih di angka 73.700 metrik ton, naik dari target produksi tahun sebelumnya yang ada di angka 71.000 metrik ton. Naiknya target produksi ini disebabkan oleh keputusan
INCO untuk menunda pembangunan tanur listrik 4 ke triwulan kedua tahun 2021. Namun sebagai konsekuensinya, produksi nikel INCO tahun depan berpotensi akan mengalami penurunan. Sebagai gambaran,
INCO telah memproduksi 19.477 metrik ton (MT) nikel dalam matte sepanjang triwulan ketiga tahun 2020. Realisasi ini 4% lebih tinggi dibandingkan dengan volume produksi yang dihasilkan pada kuartal kedua 2020 yang hanya 18.701 MT.
Baca Juga: Menguat sejak awal tahun, ini pendorong laju saham ANTM dan INCO Sementara jika diakumulasikan, produksi nikel Vale Indonesia pada sembilan bulan pertama 2020 mencapai 55.792 MT, atau 10% lebih tinggi dibandingkan dengan produksi pada periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 50.531 MT.
BRI Danareksa Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli dengan target harga baru yakni Rp 5.200 per saham. Hal ini karena BRI Danareksa Sekuritas menyempurnakan perkiraan dan menaikkan asumsi harga nikel menjadi US$ 16.000 per ton untuk 2021 dan US$ 17.000 per ton untuk tahun 2022. BRI Danareksa Sekuritas memperkirakan pendapatan
INCO tahun ini berada di kisaran US$ 797 juta sementara pendapatan tahun depan diperkirakan menyentuh angka US$ 899 juta. Adapun prospek Vale Indonesia dinilai masih atraktif disebabkan oleh harga nikel yang solid dan pendapatan jangka panjang yang akan didukung oleh proyek-proyek pembangunan seperti proyek Pomalaa dan Bahodopi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari