Harga nikel terbang tinggi, ini faktor pendorongnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga nikel terus menguat. Mengutip Bloomberg, harga nikel di bursa London Metal Exchange (LME) untuk kontrak pengiriman tiga bulanan mencapai US$ 17.284 per metrik ton pada perdagangan Jumat (11/12).

Bahkan, harga nikel sempat menyentuh level tertingginya tahun ini pada level US$ 17.430 per metrik ton pada perdagangan Kamis (10/12).

Analis Henan Putihrai Sekuritas Meilki Darmawan menilai, harga nikel yang terus melaju terdorong oleh sejumlah sentiment. Data Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur di China sudah berada di atas 50 yang menandakan industri di Negeri Panda tersebut sudah kembali ekspansif.

Begitu pun industri baja antikarat (stainless steel) di China yang kembali berproduksi normal dengan permintaan dari luar China yang sudah meningkat.

“Dampaknya adalah harga nikel yang terus meningkat karena industri baja antikarat masih menjadi konsumen terbesar komoditas nikel sekitar 77% kontribusi,” ujar Meilki kepada Kontan.co.id, Sabtu (12/12).

Baca Juga: Harga tiga komoditas akan atraktif pekan ini, simak rekomendasi sahamnya

Di sisi lain, sentimen kemenangan Joe Biden dalam Pemilu Presiden Amerika Serikat (AS) memang berdampak bagi beberapa komoditas khususnya terkait program Biden untuk energi ramah lingkungan.

Bagi komoditas logam seperti nikel dan tembaga akan memiliki keuntungan dalam beberapa tahun ke depan mengingat keduanya merupakan komponen untuk baterai kendaraan listrik (electric vehicle).

Sebaliknya, komoditas energi fosil seperti batubara dan minyak mentah akan berpotensi mengalami stagnansi permintaan dalam beberapa tahun ke depan.

Namun, Meilk menganjurkan agar investor tetap harus mencermati bahwa permintaan nikel untuk kendaraan listrik masih sekitar 5% bagi kontribusi nikel dunia.

“Jadi, penggerak utama harga nikel setidaknya untuk dua sampai tiga tahun ke depan masih bergantung pada industri baja antikarat,” pungkas dia.

Kepada riset NH Korindo Sekuritas Indonesia Anggaraksa Arismunandar juga menilai  perkembangan electric vehicle (EV) menjadi pendorong utama kenaikan harga nikel.

Hal ini karena kebutuhan terhadap baterai  listrik diperkirakan bakal meningkat pesat. “Kami memproyeksikan harga nikel akan berkisar pada rentang US$ 16.000-18.000 per ton di tahun 2021,” terang Anggaraksa kepada Kontan.co.id, Jumat (11/12).

Anggaraksa memproyeksikan, kenaikan harga nikel ini akan berdampak signifikan bagi produsen nikel besar di tanah air seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).  Dia menilai, kinerja ANTM dan INCO yang cukup baik di kuartal ketiga ini masih akan berlanjut hingga tahun depan.

Sebagai gambaran, per kuartal ketiga 2020, ANTM membukukan laba bersih senilai Rp 835,78 miliar atau naik 30,28% secara tahunan. Secara kuartalan, laba bersih ANTM naik hingga 105% dibanding kuartal sebelumnya.

Baca Juga: Produksi kendaraan listrik makin gencar, harga nikel berpotensi naik

Dari sisi penjualan, emiten  pelat merah  ini membukukan pendapatan senilai Rp 18,03 triliun atau menurun 26% secara tahunan. Hanya saja, secara kuartalan, penjualan Aneka Tambang melesat hingga 119% dari Rp 4,02 triliun di kuartal kedua 2020 menjadi Rp 8,81 triliun.

Sementara itu, kinerja INCO lebih mentereng lagi. Secara fantastis, laba bersih emiten konstituen Indeks Kompas100 ini melesat hingga 47.800% secara tahunan menjadi US$ 76,64 juta, dari sebelumnya hanya US$ 160.000 pada periode yang sama tahun lalu.

Di saat yang bersamaan, pendapatan Vale Indonesia berhasil naik 12,7% secara tahunan, dari sebelumnya US$ 506,46 juta menjadi US$ 571,02 juta pada sembilan bulan 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto